Senin, 03 Desember 2012

Protein yang Mengubah Tikus Hitam Menjadi Putih

Kedua protein ini diperlukan bagi sel punca melanosit melakukan pemeliharaan diri dan pigmentasi yang tepat di sepanjang rentang hidup tikus. Tanpa kedua protein ini, bulu tikus akan berubah menjadi putih. Penelitian yang mengungkap peran protein ini dipublikasikan dalam tinjauan Cell Report dan membuka jalan bagi kemungkinan serius dalam rangka menghentikan pembentukan melanoma, suatu jenis tumor yang berasal dari sel melanosit.
Melanosit adalah sel-sel dalam organisme yang digunakan untuk pigmen kulit, bulu dan rambut. Pigmentasi berfungsi melindungi diri dari matahari dan memberi warna pada organisme. Kerusakan pada sel-sel ini bisa menyebabkan kanker kulit yang dikenal sebagai melanoma. Melanoma merupakan kanker yang sangat agresif dan menjadi sangat sulit untuk diobati seiring perkembangan dan metastasisnya.
Beberapa tahun lalu, para peneliti menemukan bahwa, pada manusia, gen B-Raf (kode gen untuk protein yang sama) bermutasi di dalam lebih dari 50% melanoma. Dan dalam beberapa tahun ini, pengobatan kanker mengalami kemajuan yang spektakuler berkat pengembangan inhibitor farmakologis yang menargetkan sebuah enzim: kinase B-Raf. Meskipun demikian, dalam pengobatan ini, kanker kembali lagi muncul pada beberapa pasien, yang menunjukkan bahwa tidak semua sel kanker sudah tereliminasi. Hal ini membuat para peneliti meyakini bahwa B-Raf bukanlah satu-satunya elemen yang mendorong terjadinya proses kanker.
Dalam riset terbaru ini, para ilmuwan mencoba memahami bagaimana melanosit berfungsi secara normal, untuk kemudian memahami peran spesifiknya pada kanker. Untuk mempelajarinya, mereka menyingkirkan ekspresi protein B-Raf, lalu pada gilirannya ekspresi C-Raf, pada tikus berbulu hitam (Tikus berwarna hitam dipilih agar dapat terlihat jelas perubahan pigmentasinya).
Hasilnya, tak ada perubahan pigmentasi pada tikus yang ekspresi salah satu proteinnya, B-Raf ataupun C-Raf, telah disingkirkan dari jalur sel yang memproduksi melanosit. Sedangkan tikus yang B-Raf dan C-Raf-nya dihapus secara bersamaan memiliki warna yang normal saat lahir, namun semakin kehilangan pigmentasi seiring usia. Mereka berubah dari hitam menjadi kelabu, sebelum akhirnya memutih.
Tikus mutan yang bulunya memutih saat pergantian kulit berlangsung karena kesalahan dalam peremajaan-diri sel induk melanosit. (Kredit: ©A. Eychène/F. Bertrand (Institut Curie))
Bagi Alain Eychène, pemimpin tim riset, “observasi ini merepresentasikan kesalahan dalam peremajaan melanosit. Karena warna hitam telah ada saat lahir, sel-sel pigmen jelas ada. Bagaimanapun juga, pemutihan progesif pada bulu, saat B-Raf dan C-Raf terhapus dari jalur sel, membuktikan bahwa kedua protein ini dibutuhkan untuk peremajaan melanosit.”
Seperti halnya semua sel, melanosit berasal dari sel induk; sel ini bertanggung jawab untuk peremajaan selama pergantian kulit. Penelitian ini menunjukkan bahwa secara khusus populasi sel induk itu sendiri menghilang secara progresif pada tikus mutan. “Ini adalah demonstrasi in vivo yang pertama dari peran protein RAF dalam peremajaan-diri sel induk,” kata Eychène.
Kenyataan bahwa B-Raf dan C-Raf sama-sama terlibat dalam mengendalikan dan meremajakan sel induk pigmen menghadirkan langkah lain ke arah terwujudnya pemahaman dan pengobatan melanoma. Dengan menghambat protein-protein ini (dengan menggunakan inhibitor) pada pasien kanker, maka dapat dimungkinkan suatu saat para peneliti akan berhasil menyingkirkan semua sel induk kanker, yaitu penyebab yang mungkin berada di balik kasus terulangnya kanker.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar