Senin, 03 Desember 2012

Sistem Reproduksi

Reproduksi adalah kemampuan makhluk hidup untuk menghasilkan keturunan yang baru. Tujuannya adalah untuk mempertahankan jenisnya dan melestarikan jenis agar tidak punah. Pada manusia untuk menghasilkan keturunan yang baru diawali dengan peristiwa fertilisasi. Sehingga dengan demikian reproduksi pada manusia dilakukan dengan cara generatif atau seksual.
Untuk dapat mengetahui reproduksi pada manusia, kita harus mengetahui terlebih dahulu organ-organ kelamin yang terlibat serta proses yang berlangsung di dalamnya.
ORGAN REPRODUKSI MANUSIAa. PRIA
Dibedakan menjadi organ kelamin luar dan organ kelamin dalam.
Organ reproduksi luar terdiri dari :
  1. Penis merupakan organ kopulasi yaitu hubungan antara alat kelamin jantan dan betina untuk memindahkan semen ke dalam organ reproduksi betina. Penis diselimuti oleh selaput tipis yang nantinya akan dioperasi pada saat dikhitan/sunat.
  2. Scrotum merupakan selaput pembungkus testis yang merupakan pelindung testis serta mengatur suhu yang sesuai bagi spermatozoa.
Organ reproduksi dalam terdiri dari :
1. Testis merupakan kelenjar kelamin yang berjumlah sepasang dan akan menghasilkan sel-sel sperma serta hormone testosterone. Dalam testis banyak terdapat saluran halus yang disebut tubulus seminiferus.
2. Epididimis merupakan saluran panjang yang berkelok yang keluar dari testis. Berfungsi untuk menyimpan sperma sementara dan mematangkan sperma.
3. Vas deferens merupakan saluran panjang dan lurus yang mengarah ke atas dan berujung di kelenjar prostat. Berfungsi untuk mengangkut sperma menuju vesikula seminalis.
4. Saluran ejakulasi merupakan saluran yang pendek dana menghubungkan vesikula seminalis dengan urethra.
5. Urethra merupakan saluran panjang terusan dari saluran ejakulasi dan terdapat di penis.
Kelenjar pada organ reproduksi pria
  1. Vesikula seminalis merupakan tempat untuk menampung sperma sehingga disebut dengan kantung semen, berjumlah sepasang. Menghasilkan getah berwarna kekuningan yang kaya akan nutrisi bagi sperma dan bersifat alkali. Berfungsi untuk menetralkan suasana asam dalam saluran reproduksi wanita.
  2. Kelenjar Prostat merupakan kelenjar yang terbesar dan menghasilkan getah putih yang bersifat asam.
  3. Kelenjar Cowper’s/Cowpery/Bulbourethra merupakan kelenjar yang menghasilkan getah berupa lender yang bersifat alkali. Berfungsi untuk menetralkan suasana asam dalam saluran urethra.
b. WANITA
Dibedakana menjadi organ kelamin luar dan organ kelamin dalam.
Organ reproduksi luar terdiri dari :
  1. Vagina merupakan saluran yang menghubungkan organ uterus dengan tubuh bagian luar. Berfungsi sebagai organ kopulasi dan saluran persalinan keluarnya bayi sehingga sering disebut dengan liang peranakan. Di dalam vagina ditemukan selaput dara.
  2. Vulva merupakan suatu celah yang terdapat di bagian luar dan terbagi menjadi 2 bagian yaitu :
ü Labium mayor merupakan sepasang bibir besar yang terletak di bagian luas dan membatasi vulva.
ü Labium minor merupakan sepasang bibir kecil yang terletak di bagian dalam dan membatasi vulva
Organ reproduksi dalam terdiri dari :
  1. Ovarium merupakan organ utama pada wanita. Berjumlah sepasang dan terletak di dalam rongga perut pada daerah pinggang sebelah kiri dan kanan. Berfungsi untuk menghasilkan sel ovum dan hormon wanita seperti :
ü Estrogen yang berfungsi untuk mempertahankan sifat sekunder pada wanita, serta juga membantu dalam prosers pematangan sel ovum.
ü Progesterone yang berfungsi dalam memelihara masa kehamilan.
  1. Fimbriae merupakan serabut/silia lembut yang terdapat di bagian pangkal ovarium berdekatan dengan ujung saluran oviduct. Berfungsi untuk menangkap sel ovum yang telah matang yang dikeluarkan oleh ovarium.
  2. Infundibulum merupakan bagian ujung oviduct yang berbentuk corong/membesar dan berdekatan dengan fimbriae. Berfungsi menampung sel ovum yang telah ditangkap oleh fimbriae.
  3. Tuba fallopi merupakan saluran memanjang setelah infundibulum yang bertugas sebagai tempat fertilisasi dan jalan bagi sel ovum menuju uterus dengan bantuan silia pada dindingnya.
  4. Oviduct merupakan saluran panjang kelanjutan dari tuba fallopi. Berfungsi sebagai tempat fertilisasi dan jalan bagi sel ovum menuju uterus dengan bantuan silia pada dindingnya.
  5. Uterus merupakan organ yang berongga dan berotot. Berbentuk seperti buah pir dengan bagian bawah yang mengecil. Berfungsi sebagai tempat pertumbuhan embrio. Tipe uterus pada manusia adalah simpleks yaitu dengan satu ruangan yang hanya untuk satu janin. Uterus mempunyai 3 macam lapisan dinding yaitu :
ü Perimetrium yaitu lapisanyang terluar yang berfungsi sebagai pelindung uterus.
ü Miometrium yaitu lapisan yang kaya akan sel otot dan berfungsi untuk kontraksi dan relaksasi uterus dengan melebar dan kembali ke bentuk semula setiap bulannya.
ü Endometrium merupakan lapisan terdalam yang kaya akan sel darah merah. Bila tidak terjadi pembuahanmaka dinding endometrium inilah yang akan meluruh bersamaan dengan sel ovum matang.
  1. Cervix merupakan bagian dasar dari uterus yang bentuknya menyempit sehingga disebut juga sebagai leher rahim. Menghubungkan uterus dengan saluran vagina dan sebagai jalan keluarnya janin dari uterus menuju saluran vagina.
  2. Saluran vagina merupakan saluran lanjutan dari cervic dan sampai pada vagina.
  3. Klitoris merupakan tonjolan kecil yang terletak di depan vulva. Sering disebut dengan klentit.

GAMETOGENESIS
Merupakan peristiwa pembentukan sel gamet, baik gamet jantan/sel spermatozoa (spermatogenesis) dan juga gamet betina/sel ovum.
a. Spermatogenesis merupakan proses pembentukan sel spermatozoa. Dibentuk di dalam tubula seminiferus. Dipengaruhi oleh beberapa hormon yaitu :
1. Hormon FSH yang berfungsi untuk merangsang pembentukan sperma secara langsung. Serta merangsang sel sertoli untuk meghasilkan ABP (Androgen Binding Protein) untuk memacu spermatogonium untuk melakukan spermatogenesis.
2. Hormon LH yang berfungsi merangsang sel Leydig untuk memperoleh sekresi testosterone (yaitu suatu hormone sex yang penting untuk perkembangan sperma).
Berlangsung selama 74 hari sampai terbentuknya sperma yang fungsional. Sperma ini dapat dihasilkan sepanjang usia. Sehingga tidak ada batasan waktu, kecuali bila terjadi suatu kelainan yang menghambat penghasilan sperma pada pria.
b. Oogenesis merupakan proses pembentukan dan perkembangan sel ovum. Proses oogenensis dipengaruhi oleh beberapa hormon yaitu :
1. Hormon FSH yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan sel-sel folikel sekitar sel ovum.
2. Hormon Estrogen yang berfungsi merangsang sekresi hormone LH.
3. Hormon LH yang berfungsi merangsang terjadinya ovulasi (yaitu proses pematangan sel ovum).
4. Hormon progesteron yang berfungsi untuk menghambat sekresi FSH dan LH
Selama 28 hari sekali sel ovum dikeluarkan oleh ovarium. Sel telur ini telah matang (mengalami peristiwa ovulasi). Selama hidupnya seorang wanita hanya dapat menghasilkan 400 buah sel ovum setelah masa menopause yaitu berhentinya seorang wanita untuk menghasilkan sel ovum yang matang Karena sudah tidak dihasilkannya hormon, sehingga berhentinya siklus menstruasi sekitar usia 45-50 tahun.
Setelah ovulasi maka sel ovum akan mengalami 2 kemungkinan yaitu :
  1. Tidak terjadi fertilisasi maka sel ovum akan mengalami MENSTRUASI yaitu luruhnya sel ovum matang yang tidak dibuahi bersamaan dengan dinding endometrium yang robek. Terjadi secara periodic/sikus. Mempunyai kisaran waktu tiap siklus sekitar 28-35 hari setiap bulannya.
Siklus menstruasi terdiri dari 4 fase yaitu :
  1. Fase Menstruasi yaitu peristiwa luruhnya sel ovum matang yang tidak dibuahi bersamaan dengan dinding endometrium yang robek. Dapat diakibatkan juga karena berhentinya sekresi hormone estrogen dan progresteron sehingga kandungan hormon dalam darah menjadi tidaka ada.
  2. Fase Proliferasi/fase Folikuler ditandai dengan menurunnya hormon progesteron sehingga memacu kelenjar hipofisis untuk mensekresikan FSH dan merangsang folikel dalam ovarium, serta dapat membuat hormone estrogen diproduksi kembali. Sel folikel berkembang menjadi folikel de Graaf yang masak dan menghasilkan hormone estrogern yang merangsangnya keluarnya LH dari hipofisis. Estrogen dapat menghambat sekersei FSH tetapi dapat memperbaiki dinding endometrium yang robek.
  3. Fase Ovulasi/fase Luteal ditandai dengan sekresi LH yang memacu matangnya sel ovum pada hari ke-14 sesudah mentruasi 1. Sel ovum yang matang akan meninggalkan folikel dan folikel aka mengkerut dan berubah menjadi corpus luteum. Corpus luteum berfungsi untuk menghasilkan hormon progesteron yang berfungsi untuk mempertebal dinding endometrium yang kaya akan pembuluh darah.
  4. Fase pasca ovulasi/fase Sekresi ditandai dengan Corpus luteum yang mengecil dan menghilang dan berubah menjadi Corpus albicans yang berfungsi untuk menghambat sekresi hormone estrogen dan progesteron sehingga hipofisis aktif mensekresikan FSH dan LH. Dengan terhentinya sekresi progesteron maka penebalan dinding endometrium akan terhenti sehingga menyebabkan endometrium mengering dan robek. Terjadilah fase pendarahan/menstruasi.
b. Terjadi FERTILISASI yaitu peleburan antara sel sperma dengan sel ovum yang telah matang dan menghasilkan zygote. Zygote akan menempel/implantasi pada dinding uterus dan tumbuh berkembang menjadi embrio dan janin. Keadaan demikian disebut dengan masa kehamilan/gestasi/nidasi. Janin akan keluar dari uterus setelah berusia 40 minggu/288 hari/9 bulan 10 hari. Peristiwa ini disebut dengan kelahiran.
Tahapan waktu dalam fertilisasi :
1. Beberapa jam setelah fertilisasi zygote akan membelah secara mitosis menjadi 2 sel, 4, 8, 16 sel.
2. Pada hari ke-3 atau ke-4 terbentuk kelompok sel yang disebut morula. Morula akan berkembang menjadi blastula. Rongga blastosoel berisi cairan dari tuba fallopi dan membentuk blastosit. Lapisan dalam balstosit membentuk inner cell mass. Blastosit dilapisi oleh throhpoblast (lapisan terluar blastosit) yang berfungsi untuk menyerap makanan dan merupakan calon tembuni/plasenta/ari-ari. Blastosit akan bergerak menuju uterus dengan waktu 3-4 hari.
3. Pada hari ke-6 setelah fertilisasi throphoblast akan menempel pada dinding uterus/proses implantasi dan akan mengeluarkan hormone HCG (hormone Chorionik gonadotrophin). Hormon ini melindungi kehamilan dengan menstimulasi produksi hormone progesteron dan estrogen sehingga mencegah menstruasi.
4. Pada hari ke-12 setelah fertilisasi embrio telah kuat menempel pada dinding uterus.
5. Dilanjutkan dengan fase gastrula, yaitu hari ke-21 palsenta akan terus berkembang dari throphoblast. Mulai terbentuk 3 lapisan dinding embrio. Lapisan dinding embrio inilah yang akan berdiferensisai menjadi organ-organ tubuh. Organ tubuh aka berkembang semakin sempurna seiring bertambahnya usia kandungan.
ORGAN REPRODUKSI HEWAN
a. Invertebrata
1. Reproduksi asexual/vegetative meliputi :
ü Fragmentasi yaitu pemisahan salah satu bagian tubuh yang kemudian dapat tumbuh dan berkembang menjadi individu baru. Contohnya Planaria sp dan Asterias sp.
ü Budding/tunas/gemmulae yaitu pembentukan tonjolan pada salah satu bagian tubuh hewan dan adapat berkembang menjadi individu baru. Contohnya hewan Acropora sp dan Euspongia sp.
ü Fisi yaitu pembelahan sel pada sel induk dan hasilnya akan berkembang menjadi individu baru. Dibedakan menjadi 2 yaitu pembelahan biner, contohnya pada Bakteri dan pembelahan multiple pada Virus.
ü Sporulasi yaitu dengan dibentuknya spora pada sel induk dan akhirnya spora akan berkembang menjadi individu baru. Contohnya pada Plasmodium sp.
ü Parthenogenesis yaitu terbentuknya individu baru melalui sel telur yang tanpa dibuahi. Contohnya lebah madu jantan, semut jantan dan belalang.
ü Paedogenesis yaitu terbentuknya individu baru langsung dari larva/nimpha. Contohnya pada Class Trematoda/cacing isap yaitu Fasciola hepatica dan Clonorchis sinensis.
2. Reproduksi sexual/generative
ü Konjugasi yaitu persatuan antara dua individu yang belum mengalami spesialisasi sex. Terjadi persatuan inti (kariogami) dan sitoplasma (plasmogami). Contohnya pada Paramaecium sp.
ü Fusi yaitu persatuan/peleburan duya macam gamet yang belum dapat dibedakan jenisnya. Dibedakan menjadi 3 macam yaitu :
. Isogami yaitu persatuan dua macam gamet yang memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Contohnya pada Phyllum Protozoa.
. Anisogami yaitu persatuan dua macam gamet yang berbeda ukuran dan bentuknya sama. Contohnya Chlamydomonas sp.
. OOgami yaitu persatuan dua macam gamet yang memiliki ukuran dan bentuk yang tidak sama. Contohnya pada Hydra sp.
b. Vertebrata
1. Class Pisces yaitu dengan ovipar dan secara fertilisasi eksternal, ovovivipar dan vivipar. Organ reproduksinya meliputi testis, vas deferens, lubang urogenitalia untuk jantan dan untuk betina adalah ovarium, oviduk dan lubang urogenitalia.
2. Class Amphibia yairu dengan fertilisasi eksternal. Organ reproduksinya meliputi testis, vasa efferentia dan kloakauntuk jantan dan untuk betina yaitu ovarium, oviduk dan kloaka.
3. Class Reptilia yaitu dengan fertilisasi internal. Organ reproduksinya meliputi testis, hemipenis, vas deferens, epididimis dan kloaka. Untuk betina yaitu ovarium, oviduk dan kloaka.
4. Class Aves yaitu dengan fertilisasi internal. Organ reproduksi bagi yang jantan yaitu testis, vas deferens dan kloaka. Untuk yang betina meliputi ovarium kiri, oviduk, dan kloaka.
5. Class Mammalia yaitu dengan fertilisasi internal. Organ reproduksi jantan meliputi penis, vas deferens, testis dan anus. Untuk yang betina meliputi ovarium, oviduk, uterus dan anus. Memiliki sistem menstruasi yang disebut dengan fase estrus serta tipe uterus yang kompleks.

Hewan Transparan Apakah Karena Faktor Mutasi?


1) Salpa Transparan
Hewan mirip ubur-ubur ini dikenal sebagai Salpa memakan tumbuhan kecil di air yang dikenal sebagai fitoplankton (marine algae). Mereka berwarna tembus pandang, berbentuk tabung yang berkisar antara satu hingga sepuluh sentimeter dalam ukuran. (Foto oleh DM)


2) Ikan Zebra Transparan yang diciptakan oleh Ilmuwan
Ikan zebra tembus pandang ini hasil kreasi para ilmuwan di tahun 2008 dengan tujuan agar mereka dapat mempelajari proses penyakit, termasuk penyebaran kanker. Ikan transparan ini memudahkan para peneliti di Children’s Hospital Boston untuk secara langsung melihat organ dalam ikan dan meneliti proses-proses seperti pertumbuhan tumor dalam waktu-riil pada organisme hidup. (Foto oleh LS)

3) Ikan Icefish Transparan
Ditemukan di kedalaman air es di sekitar Antartika dan bagian selatan Amerika Selatan, ikan icefish buaya (Channichthyidae) memangsa krill, copepods, dan ikan lain. Darah mereka transparan karena mereka tidak memiliki hemoglobin dan/atau hanya tidak adanya eritrosit (sel darah merah). Metabolisme mereka bergantung satu-satunya kepada oksigen yang dilarutkan dalam darah cair, yang diyakini diserap langsung melalui kulit dari air. Ini bekerja karena air dapat melarutkan zat asam arang pada umumnya pada titik terendahnya. Dalam lima spesies, gen untuk myolobin di dalam otot juga telah lenyap, menjadikan mereka memiliki jantung yang berwarna putih alih-alih pink. (Foto oleh uwe kils)

4) Ikan Berkepala Transparan
Ikan yang hidup di perairan laut dalam yang aneh ini disebut Barreleye (Macropinna microstoma) memiliki sebuah kepala yang transparan dan mata berbentuk tabung. Dia memiliki mata yang sangat sensitif terhadap cahaya yang dapat berotasi dalam pelindung berisi cairan di kepalanya yang transparan, di mana mata tabung ikan, dalam kepala, bertutupkan lensa hijau terang. Matanya mengarah ke atas (sebagaimana yang ditunjukkan di sini) ketika ikan itu mencari makanan di atas kepalanya. Mereka mengarah ke depan ketika dia sedang makan. Dua bercak di atas mulut sang ikan bukan mata; itu adalah organ penciuman yang disebut nares, yang diumpamakan dengan lubang hidung manusia. (Foto oleh MBARI)

5) Cumi-cumi Transparan
Ditemukan di samudera belahan bumi selatan, Cumi-cumi kaca (Teuthowenia pellucida) memiliki organ yang ringan di atas matanya dan memiliki kemampuan untuk melingkar menjadi bola, seolah-olah landak yang hidup di air. Cumi-cumi ini merupakan mangsa dari banyak ikan laut-dalam (seperti hiu goblin) dan juga paus dan burung-burung laut. (Foto oleh Peter Batson)


6) Ubur-ubur Transparan
Ubur-ubur merupakan anggota filum Cnidaria yang berenang bebas. Mereka ditemukan di setiap lautan, dari permukaan hingga laut dalam. Banyak ubur-ubur yang sedemikian transparan sehingga mereka hampir tidak dapat dilihat. Satu yang di atas berasal dari genus Arctapodema, dengan ukuran satu inci (sekitar 2,5cm). (Foto oleh Bill Curtsinger)

7) Amphipod Transparan
Dinamakan Phronima, hewan yang tak biasa ini satu dari sekian banyak spesies aneh yang belakangan ditemukan dalam ekspedisi barisan pegunungan laut dalam di Atlantik Utara. Dalam strategi ironis untuk bertahan hidup, makhluk seperti udang kecil ini, menunjukkan segala sesuatu yang dipunyai, dalam dan luar, dalam sebuah usaha untuk menghilang. Banyak makhluk-makhluk kecil laut dalam lain yang transparan juga, atau mendekati, untuk menyembunyikan diri mereka lebih baik dalam lingkungan mereka yang gelap, demikian kata ilmuwan. (Foto oleh David Shale)

8) Udang Larva Transparan
Ditemukan di perairan sekitar Hawaii, larva udang transparan ini menumpang di atas ubur-ubur yang sama tembus pandangnya, istilahnya ‘tak gendong kemana-mana’. (Foto oleh Chris Newbert/Minden Pictures)


9)Katak Transparan
Asli berasal dari Venezuela, katak kaca termasuk dalam keluarga amfibi Centrolenidae (ordo Anura). Di mana warna latar secara umum dari kebanyakan katak kaca terutama berwarna hijau limau, kulit perut dari beberapa anggota keluarga ini transparan, sehingga jantung, hati, dan saluran pencernaan dapat terlihat melalui kulit mereka yang tembus cahaya. (Foto oleh Heidi dan Hans-Jurgen Koch)

Naaaaaahhh,,,, yang terakhir adalah kupu-kupu,,,,,,,
Ditemukan di Amerika Tengah, dari Mexico hingga Panama, Kupu-kupu bersayap kaca (Greta oto) adalah kupu-kupu berkaki-sikat di mana sayapnya tembus cahaya. Jaringan di antara urat-urat sayapnya terlihat seperti kaca. (Foto oleh Hemmy)

Menjauhkan Flu: Protein Sintetik Mengaktifkan Sistem Kekebalan dalam Dua Jam

Sebuah studi yang diterbitkan tanggal 6 Juli 2012 di jurnal Public Library of Science PloS One, menemukan kalau EP67, sebuah protein sintetik kuat, mampu mengaktivasi sistem kekebalan yang diam dalam hanya dua jam setelah dikonsumsi.
 Sebelum studi ini, EP67 telah umumnya dipakai sebagai ajuvan untuk vaksin, yaitu sesuatu yang ditambahkan ke vaksin untuk membantu mengaktivasi respon kekebalan. Namun Joy Phillips PhD, pengarang utama studi ini bersama dengan koleganya Sam Sanderson PhD dari Pusat Medis Universitas Nebraska melihat potensi kalau ia dapat bekerja sendiri.
 “Virus flu sangat lincah dan secara aktif menjaga sistem kekebalan dari mendeteksinya untuk beberapa hari hingga anda mendapatkan gejala,” kata Phillips. “Penelitian kami menunjukkan kalau dengan memasukkan EP67 ke tubuh dalam 24 jam paparan ke virus flu membuat sistem kekebalan bereaksi hampir seketika pada ancaman tersebut, sebelum tubuh anda secara normal mampu melakukannya.”
 Karena EP67 tidak bekerja pada virus namun pada sistem kekebalan itu sendiri, ia berfungsi sama tidak peduli apa strain flunya, berbeda dengan vaksin influenza yang harus tepat sesuai dengan strain yang sedang beredar.
Phillips mengatakan walau studi ini berfokus pada flu, tapi EP67 berpotensi bekerja pada penyakit pernapasan dan infeksi jamur lainnya dan dapat berpotensi besar untuk terapi gawat darurat.
 “Ketika anda menemukan kalau anda terpaparkan flu, perawatan satu-satunya sekarang adalah menyerang virus secara langsung yang tidak handal dan seringkali virus mengembangkan resistensi terhadapnya,” kata Phillips. “EP67 dapat secara potensial menjadi terapi bagi orang yang mengetahui dirinya terpaparkan dan membantu tubuh memerangi virus sebelum anda sakit.”
Ia bahkan dapat juga dipakai dalam peristiwa strain baru penyakit menular, sebelum patogen aktual ditemukan, seperti pada SARS dan wabah influenza H1N1 2009, kata Phillips.
 Saat ini, pengujian sudah dilakukan umumnya pada tikus dengan menularkan mereka virus flu. Mereka yang diberi dosis EP67 dalam 24 jam infeksi tidak sakit (atau sesakit) yang tidak diberikan EP67.
 Level kesakitan tikus diukur berdasarkan hilangnya berat badan. Secara tipikal, tikus kehilangan sekitar 20 persen beratnya ketika terinfeksi flu namun tikus yang dirawat dengan EP67 kehilangan rata-rata hanya 6 persen. Lebih penting lagi, tikus yang dirawat sehari setelah diinfeksi dengan dosis influenza yang mematikan ternyata tidak mati, kata Phillips.
 Ia mengatakan kalau ada implikasi besar bagi kedokteran hewan, karena EP67 aktif pada hewan, termasuk burung.
 Penelitian di masa datang akan memeriksa pengaruh EP67 dalam keberadaan jumlah patogen lain dan melihat lebih dekat fungsi EP67 dalam berbagai sel di tubuh.

Ikan Semakin Mengecil Seiring Memanasnya Laut

Perubahan pada sistem laut dan cuaca dapat menyebabkan ikan semakin mengecil, demikian hasil temuan studi terbaru dari para ilmuwan perikanan di Universitas British Columbia.
Studi yang dipublikasikan pada 30 September dalam jurnal Nature Climate Change ini menghadirkan proyeksi global pertama tentang penurunan potensial pada ukuran maksimum ikan di laut yang bersuhu lebih panas dan kurang oksigen.
Para peneliti menggunakan pemodelan komputer untuk mempelajari 600 lebih spesies ikan di lautan di seluruh dunia, dan menemukan bahwa berat badan maksimum yang bisa dicapai dapat menurun hingga 14-20 persen antara tahun 2000 dan 2050, dengan daerah tropis yang menjadi wilayah paling terkena dampaknya.
“Kami terkejut melihat besarnya penurunan ukuran ikan ini,” kata pemimpin penulis riset William Cheung, seorang asisten profesor di Pusat Perikanan UBC. “Ikan laut umumnya diketahui merespon perubahan iklim melalui perubahan distribusi dan musim. Namun dampak besar yang sama sekali tak terduga, di mana perubahan iklim bisa mempengaruhi ukuran tubuh, menunjukkan bahwa kita mungkin kehilangan sepotong besar teka-teki dalam memahami dampak perubahan iklim di lautan.”
Ini merupakan aplikasi gagasan berskala global pertama yang menyebutkan bahwa pertumbuhan ikan dibatasi persediaan oksigen, yang lebih dari 30 tahun lalu digagas oleh Daniel Pauly, kepala peneliti bersama Sea Around Us Project UBC, yang juga menjadi penulis pendamping dalam studi ini.
“Ini adalah tantangan yang konstan bagi ikan dalam memperoleh cukup oksigen dari air agar bisa bertumbuh, dan situasi menjadi memburuk sebagaimana ikan menjadi lebih besar,” jelas Pauly. “Lautan yang lebih panas dan kurang oksigen, seperti yang diprediksi dalam perubahan iklim, akan membuat ikan yang lebih besar lebih kesulitan dalam memperoleh cukup oksigen, yang artinya mereka akan segera berhenti bertumbuh.”
Studi ini menyoroti perlunya mengurangi emisi gas rumah kaca serta mengembangkan berbagai strategi untuk memonitor dan beradaptasi pada perubahan yang sudah kita saksikan. Jika tidak, maka ini akan menimbulkan resiko terganggunya perikanan, perlindungan pangan dan cara kerja ekosistem di laut.

Temuan Baru Menunjukkan Evolusi Kadang Mengarah ke Lebih Sederhana, Bukan Lebih Kompleks

Pandangan yang menyatakan bahwa hewan menjadi lebih kompleks seiring berjalannya waktu mungkin akan berubah dengan hadirnya temuan dalam sebuah penelitian terbaru. Bukti baru dari para ilmuwan di Universitas St. Andrews menunjukkan bahwa beberapa hewan modern justru berevolusi menjadi kurang kompleks.
Para peneliti menyatakan, penemuan sisa-sisa lingkungan gen yang pernah ada pada nenek moyang yang hidup 550 juta lalu menunjukkan bahwa hewan paling awal ternyata lebih kompleks daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Current Biology ini tampaknya bertentangan dengan persepsi umum evolusi, yang menyatakan bahwa makhluk hidup mengalami kemajuan dengan secara genetik menjadi lebih kompleks dari waktu ke waktu.
Para peneliti, di bawah pimpinan Dr. David Ferrier dari Institut Kelautan Skotlandia di Universitas St Andrews, menemukan bahwa beberapa hewan modern seperti spons, ubur-ubur jengger dan placozoa mungkin telah berevolusi dengan kehilangan beberapa gen dan mungkin menjadi disederhanakan dari nenek moyang yang lebih kompleks, asal di mana seluruh hewan berevolusi.
Dr. Ferrier bersama timnya mempelajari gen-gen utama, Hox dan ParaHox, yang dikenal memiliki fungsi untuk membangun tubuh bagi hampir seluruh hewan modern. Mereka mengontrol tulang rusuk mana yang berevolusi pada manusia atau sayap mana yang berevolusi pada lalat, dan yang dapat terganggu akibat penyakit seperti kanker dan diabetes.
Sebelum penelitian ini, terdapat perdebatan di kalangan para ilmuwan mengenai apakah gen ini berevolusi secara bertahap, atau selama evolusi hewan awal, atau malah hadir pada hewan-hewan paling pertama.
Dr. Ferrier menjelaskan, “Pandangan konvensional saat ini menyebutkan bahwa gen-gen ini saling terkait dengan peningkatan kompleksitas hewan sebagaimana nenek moyang hewan awal tergantikan oleh makhluk yang lebih maju, dengan keragaman jenis sel yang lebih besar dan rentang gen-gen yang lebih luas yang membangun peningkatan bertahap ini pada kompleksitas.”
Dengan membandingkan genom hewan seperti manusia dan anemon laut, para peneliti mampu merekonstruksi ‘lingkungan-lingkungan’ di seputar gen Hox dan ParaHox pada nenek moyang hewan-hewan ini, sekalipun nenek moyang tersebut sudah punah lebih dari 550 juta tahun yang lalu.
Para peneliti menemukan bahwa beberapa hewan, seperti spons dan placozoa, yang berevolusi lebih awal dari anemon laut dan manusia, masih tetap memiliki lingkungan-lingkungan tersebut meskipun tidak memiliki gen Hox dan ParaHox.
Dr. Ferrier melanjutkan, “Lingkungan-lingkungan tersebut bagaikan hantu dalam genom-genom ini, memperlihatkan reprensentasi samar tentang apa yang ada sebelumnya, dengan gen Hox dan ParaHox yang sudah mati dan menghilang, namun meninggalkan skema hantu.
“Hasil kerja kami ini menghadirkan pandangan yang sama sekali berbeda dengan konsensus yang telah dikembangkan selama beberapa tahun terakhir tentang nenek moyang hewan pertama.”
Pendekatan baru ini, yang mengungkap asal muasal purba gen-gen kontrol perkembangan penting tersebut, kini menandai kembalinya perburuan gen-gen tersebut pada garis keturunan hewan awal."

Memakai Virus AIDS untuk Melawan Kanker

Diterbitkan dalam  PLoS Genetics tanggal 23 Agustus 2012, temuan ini dapat membawa pada penerapan terapis jangka panjang dalam perawatan kanker dan patologi lainnya.
Human immunodeficiency virus (HIV), yang menyebabkan AIDS, memakai bahan sel manusia untuk berlipat ganda, umumnya dengan memasukkan bahan genetiknya ke genom sel inang. Karakteristik khas HIV adalah ia bermutasi terus menerus, dan membuat beberapa protein mutan (atau varian) dalam pelipatgandaannya. Fenomena ini memungkinkan virus tersebut beradaptasi dengan perubahan lingkungan berkelanjutan dan menghambat pengobatan yang telah dikembangkan sebelumnya.
 Di IBMC  (Institut de Biologie Moléculaire et Cellulaire) Strasbourg, para peneliti lab CNRS Architecture et Réactivité de l’ARN mendapat gagasan memakai strategi pelipatgandaan ini untuk menyalurkan ulang dampak virus untuk tujuan terapi, khususnya perawatan kanker.
 Mereka pertama mengubah genom HIV dengan memasukkan sebuah gen manusia yang ada di semua sel : gen untuk deoksisitidin kinase (dCK), sebuah protein yang mengaktivasi obat antikanker. Para peneliti telah mencoba menghasilkan bentuk dCK yang lebih efektif dalam beberapa tahun. Lewat pelipatgandaan HIV, tim CNRS memilih sebuah ‘perpustakaan’ dari hampir 80 protein mutan dan mengujikannya pada sel tumor bersama dengan obat antikanker. Hasilnya memungkinkan mereka menemukan varian dCK yang lebih efektif dari tipe protein liar (non-mutasi), menginduksi kematian sel tumor di kultur. Dikombinasi dengan protein ini, obat antikanker menunjukkan efektivitas identik 1/300 kali dosis. Kemungkinan mengurangi dosis obat antikanker akan mengatasi masalah yang timbul lewat keracunan komponen, mengurangi efek sampingnya, dan paling penting, meningkatkan efektivitasnya.
 Salah satu keuntungan teknik eksperimental ini adalah protein mutannya diuji langsung pada kultur sel. Langkah selanjutnya adalah studi pra klinis (hewan) pada protein mutan yang diisolasi. Selain itu, sistem eksperimental memakai virus yang secara normal mengancam hidup ini akan membawa banyak penerapan terapi.

Daisy, Sapi Hasil Rekayasa Genetik Pertama di Dunia yang Menghasilkan Susu Anti-alergi Berprotein Tinggi

Para ilmuwan Institut AgResearch di New Zeland telah berhasil mengambangkan sapi pertama di dunia yang memproduksi susu anti-alergi sekaligus berprotein tinggi.
Hasil kerja para ilmuwan dari kampus Ruakura AgResearch ini dipublikasikan dalam jurnal sains Amerika bergengsi, Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS).
Tim AgResearch, di bawah pimpinan Dr. Goetz Laible, bertujuan untuk menemukan apakah mereka bisa memproduksi susu yang kurang mengandung protein susu tertentu, suatu kandungan yang diketahui bisa menyebabkan alergi.
“Kami telah berhasil mengurangi secara besar-besaran sejumlah beta-lactoglobulin (BLG), suatu protein susu yang tidak terkandung dalam susu manusia dan yang dapat menyebabkan reaksi alergi,” kata Dr. Stefan Wagner, yang memimpin penulisan makalah, “Dua hingga tiga persen bayi mengalami alergi terhadap susu sapi, dan alergi BLG menjadi bagian besar dari persentase tersebut.”
Pertama-tama, para ilmuwan menguji prosesnya pada model tikus yang direkayasa untuk menghasilkan formula protein BLG domba dalam susunya. Dengan memanfaatkan teknik yang disebut interferensi RNA, dua RNA mikro (molekul asam ribonukleat pendek) dipaparkan pada tikus untuk melumpuhkan ekspresi protein BLG domba. Hal ini menghasilkan pengurangan protein BLG domba pada susu tikus sebanyak 96 persen.
Selanjutnya mereka membiakkan Daisy, seekor anak sapi betina tanpa ekor yang secara genetik direkayasa untuk mengekspresikan dua RNA mikro yang sama, kali ini dengan manargetkan protein BLG yang biasanya terkandung dalam susu sapi. Lalu secara hormonal mereka menginduksi Daisy ke dalam kondisi laktasi (masa pelepasan susu dari kelenjar susu). Hasilnya, susu yang diperoleh dari Daisy tidak terdeteksi mengandung protein BLG, dan, secara tak terduga, susu ini pun mengandung tingkat protein kasein yang tinggi, lebih tinggi dua kali lipat dari yang terkandung dalam susu sapi biasa.
“Orang telah lama mencari cara untuk mengurangi protein yang sukar dipahami ini, atau melumpuhkannya sama sekali, karena tak ada fungsi pasti yang bisa dikaitkan dengan protein ini. Jadi, kami kembangkan model ilmiah ini untuk menyelidiki efek akibat dilumpuhkannya protein BLG pada komposisi dan fungsional susu yang semestinya, serta menentukan apakah dengan hilangnya BLG bisa menghasilkan susu sapi yang anti-alergi,” kata Dr. Wagner.
“Ini merupakan komponen penemuan yang nyata bagi proyek ini, dan Daisy menyediakan kesempatan bagi kita untuk menjawab banyaknya pertanyaan tersebut.
“Untuk menghindari tertundanya selama dua tahun sebelum laktasi alami, susu yang kami analisa berasal dari laktasi hasil induksi. Kami hanya memperoleh kuantitas yang sedikit selama beberapa hari untuk studi awal ini. Sekarang kami ingin mengembangkannya dari Daisy dan menentukan komposisi susu serta menuainya dari laktasi alami. Kami juga ingin menyelidiki sebab kenapa Daisy tidak berekor, suatu penyakit sejak lahir pada sapi.”
Direktur Institut Malaghan, Prof. Graham le Gros, berkomentar, “Terobosan yang luar biasa ini memiliki implikasi besar mengingat potensinya dalam mengurangi dampak signifikan dari alergi yang menimpa anak-anak kita dan secara rapi menghindari keprihatinan yang berhubungan dengan modifikasi genetik protein susu itu sendiri.”
Di masa yang akan datang, proses dasar penggunaan rancangan RNA mikro untuk menargetkan gen-gen lainnya dapat memberi alat yang efisien dalam mengubah karakteristik-karakteristik tambahan pada hewan ternak, misalnya untuk menghasilkan hewan yang tahan terhadap penyakit dan/atau yang mengembangkan kemampuan laktasi.