Senin, 03 Desember 2012

Sistem Reproduksi

Reproduksi adalah kemampuan makhluk hidup untuk menghasilkan keturunan yang baru. Tujuannya adalah untuk mempertahankan jenisnya dan melestarikan jenis agar tidak punah. Pada manusia untuk menghasilkan keturunan yang baru diawali dengan peristiwa fertilisasi. Sehingga dengan demikian reproduksi pada manusia dilakukan dengan cara generatif atau seksual.
Untuk dapat mengetahui reproduksi pada manusia, kita harus mengetahui terlebih dahulu organ-organ kelamin yang terlibat serta proses yang berlangsung di dalamnya.
ORGAN REPRODUKSI MANUSIAa. PRIA
Dibedakan menjadi organ kelamin luar dan organ kelamin dalam.
Organ reproduksi luar terdiri dari :
  1. Penis merupakan organ kopulasi yaitu hubungan antara alat kelamin jantan dan betina untuk memindahkan semen ke dalam organ reproduksi betina. Penis diselimuti oleh selaput tipis yang nantinya akan dioperasi pada saat dikhitan/sunat.
  2. Scrotum merupakan selaput pembungkus testis yang merupakan pelindung testis serta mengatur suhu yang sesuai bagi spermatozoa.
Organ reproduksi dalam terdiri dari :
1. Testis merupakan kelenjar kelamin yang berjumlah sepasang dan akan menghasilkan sel-sel sperma serta hormone testosterone. Dalam testis banyak terdapat saluran halus yang disebut tubulus seminiferus.
2. Epididimis merupakan saluran panjang yang berkelok yang keluar dari testis. Berfungsi untuk menyimpan sperma sementara dan mematangkan sperma.
3. Vas deferens merupakan saluran panjang dan lurus yang mengarah ke atas dan berujung di kelenjar prostat. Berfungsi untuk mengangkut sperma menuju vesikula seminalis.
4. Saluran ejakulasi merupakan saluran yang pendek dana menghubungkan vesikula seminalis dengan urethra.
5. Urethra merupakan saluran panjang terusan dari saluran ejakulasi dan terdapat di penis.
Kelenjar pada organ reproduksi pria
  1. Vesikula seminalis merupakan tempat untuk menampung sperma sehingga disebut dengan kantung semen, berjumlah sepasang. Menghasilkan getah berwarna kekuningan yang kaya akan nutrisi bagi sperma dan bersifat alkali. Berfungsi untuk menetralkan suasana asam dalam saluran reproduksi wanita.
  2. Kelenjar Prostat merupakan kelenjar yang terbesar dan menghasilkan getah putih yang bersifat asam.
  3. Kelenjar Cowper’s/Cowpery/Bulbourethra merupakan kelenjar yang menghasilkan getah berupa lender yang bersifat alkali. Berfungsi untuk menetralkan suasana asam dalam saluran urethra.
b. WANITA
Dibedakana menjadi organ kelamin luar dan organ kelamin dalam.
Organ reproduksi luar terdiri dari :
  1. Vagina merupakan saluran yang menghubungkan organ uterus dengan tubuh bagian luar. Berfungsi sebagai organ kopulasi dan saluran persalinan keluarnya bayi sehingga sering disebut dengan liang peranakan. Di dalam vagina ditemukan selaput dara.
  2. Vulva merupakan suatu celah yang terdapat di bagian luar dan terbagi menjadi 2 bagian yaitu :
ü Labium mayor merupakan sepasang bibir besar yang terletak di bagian luas dan membatasi vulva.
ü Labium minor merupakan sepasang bibir kecil yang terletak di bagian dalam dan membatasi vulva
Organ reproduksi dalam terdiri dari :
  1. Ovarium merupakan organ utama pada wanita. Berjumlah sepasang dan terletak di dalam rongga perut pada daerah pinggang sebelah kiri dan kanan. Berfungsi untuk menghasilkan sel ovum dan hormon wanita seperti :
ü Estrogen yang berfungsi untuk mempertahankan sifat sekunder pada wanita, serta juga membantu dalam prosers pematangan sel ovum.
ü Progesterone yang berfungsi dalam memelihara masa kehamilan.
  1. Fimbriae merupakan serabut/silia lembut yang terdapat di bagian pangkal ovarium berdekatan dengan ujung saluran oviduct. Berfungsi untuk menangkap sel ovum yang telah matang yang dikeluarkan oleh ovarium.
  2. Infundibulum merupakan bagian ujung oviduct yang berbentuk corong/membesar dan berdekatan dengan fimbriae. Berfungsi menampung sel ovum yang telah ditangkap oleh fimbriae.
  3. Tuba fallopi merupakan saluran memanjang setelah infundibulum yang bertugas sebagai tempat fertilisasi dan jalan bagi sel ovum menuju uterus dengan bantuan silia pada dindingnya.
  4. Oviduct merupakan saluran panjang kelanjutan dari tuba fallopi. Berfungsi sebagai tempat fertilisasi dan jalan bagi sel ovum menuju uterus dengan bantuan silia pada dindingnya.
  5. Uterus merupakan organ yang berongga dan berotot. Berbentuk seperti buah pir dengan bagian bawah yang mengecil. Berfungsi sebagai tempat pertumbuhan embrio. Tipe uterus pada manusia adalah simpleks yaitu dengan satu ruangan yang hanya untuk satu janin. Uterus mempunyai 3 macam lapisan dinding yaitu :
ü Perimetrium yaitu lapisanyang terluar yang berfungsi sebagai pelindung uterus.
ü Miometrium yaitu lapisan yang kaya akan sel otot dan berfungsi untuk kontraksi dan relaksasi uterus dengan melebar dan kembali ke bentuk semula setiap bulannya.
ü Endometrium merupakan lapisan terdalam yang kaya akan sel darah merah. Bila tidak terjadi pembuahanmaka dinding endometrium inilah yang akan meluruh bersamaan dengan sel ovum matang.
  1. Cervix merupakan bagian dasar dari uterus yang bentuknya menyempit sehingga disebut juga sebagai leher rahim. Menghubungkan uterus dengan saluran vagina dan sebagai jalan keluarnya janin dari uterus menuju saluran vagina.
  2. Saluran vagina merupakan saluran lanjutan dari cervic dan sampai pada vagina.
  3. Klitoris merupakan tonjolan kecil yang terletak di depan vulva. Sering disebut dengan klentit.

GAMETOGENESIS
Merupakan peristiwa pembentukan sel gamet, baik gamet jantan/sel spermatozoa (spermatogenesis) dan juga gamet betina/sel ovum.
a. Spermatogenesis merupakan proses pembentukan sel spermatozoa. Dibentuk di dalam tubula seminiferus. Dipengaruhi oleh beberapa hormon yaitu :
1. Hormon FSH yang berfungsi untuk merangsang pembentukan sperma secara langsung. Serta merangsang sel sertoli untuk meghasilkan ABP (Androgen Binding Protein) untuk memacu spermatogonium untuk melakukan spermatogenesis.
2. Hormon LH yang berfungsi merangsang sel Leydig untuk memperoleh sekresi testosterone (yaitu suatu hormone sex yang penting untuk perkembangan sperma).
Berlangsung selama 74 hari sampai terbentuknya sperma yang fungsional. Sperma ini dapat dihasilkan sepanjang usia. Sehingga tidak ada batasan waktu, kecuali bila terjadi suatu kelainan yang menghambat penghasilan sperma pada pria.
b. Oogenesis merupakan proses pembentukan dan perkembangan sel ovum. Proses oogenensis dipengaruhi oleh beberapa hormon yaitu :
1. Hormon FSH yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan sel-sel folikel sekitar sel ovum.
2. Hormon Estrogen yang berfungsi merangsang sekresi hormone LH.
3. Hormon LH yang berfungsi merangsang terjadinya ovulasi (yaitu proses pematangan sel ovum).
4. Hormon progesteron yang berfungsi untuk menghambat sekresi FSH dan LH
Selama 28 hari sekali sel ovum dikeluarkan oleh ovarium. Sel telur ini telah matang (mengalami peristiwa ovulasi). Selama hidupnya seorang wanita hanya dapat menghasilkan 400 buah sel ovum setelah masa menopause yaitu berhentinya seorang wanita untuk menghasilkan sel ovum yang matang Karena sudah tidak dihasilkannya hormon, sehingga berhentinya siklus menstruasi sekitar usia 45-50 tahun.
Setelah ovulasi maka sel ovum akan mengalami 2 kemungkinan yaitu :
  1. Tidak terjadi fertilisasi maka sel ovum akan mengalami MENSTRUASI yaitu luruhnya sel ovum matang yang tidak dibuahi bersamaan dengan dinding endometrium yang robek. Terjadi secara periodic/sikus. Mempunyai kisaran waktu tiap siklus sekitar 28-35 hari setiap bulannya.
Siklus menstruasi terdiri dari 4 fase yaitu :
  1. Fase Menstruasi yaitu peristiwa luruhnya sel ovum matang yang tidak dibuahi bersamaan dengan dinding endometrium yang robek. Dapat diakibatkan juga karena berhentinya sekresi hormone estrogen dan progresteron sehingga kandungan hormon dalam darah menjadi tidaka ada.
  2. Fase Proliferasi/fase Folikuler ditandai dengan menurunnya hormon progesteron sehingga memacu kelenjar hipofisis untuk mensekresikan FSH dan merangsang folikel dalam ovarium, serta dapat membuat hormone estrogen diproduksi kembali. Sel folikel berkembang menjadi folikel de Graaf yang masak dan menghasilkan hormone estrogern yang merangsangnya keluarnya LH dari hipofisis. Estrogen dapat menghambat sekersei FSH tetapi dapat memperbaiki dinding endometrium yang robek.
  3. Fase Ovulasi/fase Luteal ditandai dengan sekresi LH yang memacu matangnya sel ovum pada hari ke-14 sesudah mentruasi 1. Sel ovum yang matang akan meninggalkan folikel dan folikel aka mengkerut dan berubah menjadi corpus luteum. Corpus luteum berfungsi untuk menghasilkan hormon progesteron yang berfungsi untuk mempertebal dinding endometrium yang kaya akan pembuluh darah.
  4. Fase pasca ovulasi/fase Sekresi ditandai dengan Corpus luteum yang mengecil dan menghilang dan berubah menjadi Corpus albicans yang berfungsi untuk menghambat sekresi hormone estrogen dan progesteron sehingga hipofisis aktif mensekresikan FSH dan LH. Dengan terhentinya sekresi progesteron maka penebalan dinding endometrium akan terhenti sehingga menyebabkan endometrium mengering dan robek. Terjadilah fase pendarahan/menstruasi.
b. Terjadi FERTILISASI yaitu peleburan antara sel sperma dengan sel ovum yang telah matang dan menghasilkan zygote. Zygote akan menempel/implantasi pada dinding uterus dan tumbuh berkembang menjadi embrio dan janin. Keadaan demikian disebut dengan masa kehamilan/gestasi/nidasi. Janin akan keluar dari uterus setelah berusia 40 minggu/288 hari/9 bulan 10 hari. Peristiwa ini disebut dengan kelahiran.
Tahapan waktu dalam fertilisasi :
1. Beberapa jam setelah fertilisasi zygote akan membelah secara mitosis menjadi 2 sel, 4, 8, 16 sel.
2. Pada hari ke-3 atau ke-4 terbentuk kelompok sel yang disebut morula. Morula akan berkembang menjadi blastula. Rongga blastosoel berisi cairan dari tuba fallopi dan membentuk blastosit. Lapisan dalam balstosit membentuk inner cell mass. Blastosit dilapisi oleh throhpoblast (lapisan terluar blastosit) yang berfungsi untuk menyerap makanan dan merupakan calon tembuni/plasenta/ari-ari. Blastosit akan bergerak menuju uterus dengan waktu 3-4 hari.
3. Pada hari ke-6 setelah fertilisasi throphoblast akan menempel pada dinding uterus/proses implantasi dan akan mengeluarkan hormone HCG (hormone Chorionik gonadotrophin). Hormon ini melindungi kehamilan dengan menstimulasi produksi hormone progesteron dan estrogen sehingga mencegah menstruasi.
4. Pada hari ke-12 setelah fertilisasi embrio telah kuat menempel pada dinding uterus.
5. Dilanjutkan dengan fase gastrula, yaitu hari ke-21 palsenta akan terus berkembang dari throphoblast. Mulai terbentuk 3 lapisan dinding embrio. Lapisan dinding embrio inilah yang akan berdiferensisai menjadi organ-organ tubuh. Organ tubuh aka berkembang semakin sempurna seiring bertambahnya usia kandungan.
ORGAN REPRODUKSI HEWAN
a. Invertebrata
1. Reproduksi asexual/vegetative meliputi :
ü Fragmentasi yaitu pemisahan salah satu bagian tubuh yang kemudian dapat tumbuh dan berkembang menjadi individu baru. Contohnya Planaria sp dan Asterias sp.
ü Budding/tunas/gemmulae yaitu pembentukan tonjolan pada salah satu bagian tubuh hewan dan adapat berkembang menjadi individu baru. Contohnya hewan Acropora sp dan Euspongia sp.
ü Fisi yaitu pembelahan sel pada sel induk dan hasilnya akan berkembang menjadi individu baru. Dibedakan menjadi 2 yaitu pembelahan biner, contohnya pada Bakteri dan pembelahan multiple pada Virus.
ü Sporulasi yaitu dengan dibentuknya spora pada sel induk dan akhirnya spora akan berkembang menjadi individu baru. Contohnya pada Plasmodium sp.
ü Parthenogenesis yaitu terbentuknya individu baru melalui sel telur yang tanpa dibuahi. Contohnya lebah madu jantan, semut jantan dan belalang.
ü Paedogenesis yaitu terbentuknya individu baru langsung dari larva/nimpha. Contohnya pada Class Trematoda/cacing isap yaitu Fasciola hepatica dan Clonorchis sinensis.
2. Reproduksi sexual/generative
ü Konjugasi yaitu persatuan antara dua individu yang belum mengalami spesialisasi sex. Terjadi persatuan inti (kariogami) dan sitoplasma (plasmogami). Contohnya pada Paramaecium sp.
ü Fusi yaitu persatuan/peleburan duya macam gamet yang belum dapat dibedakan jenisnya. Dibedakan menjadi 3 macam yaitu :
. Isogami yaitu persatuan dua macam gamet yang memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Contohnya pada Phyllum Protozoa.
. Anisogami yaitu persatuan dua macam gamet yang berbeda ukuran dan bentuknya sama. Contohnya Chlamydomonas sp.
. OOgami yaitu persatuan dua macam gamet yang memiliki ukuran dan bentuk yang tidak sama. Contohnya pada Hydra sp.
b. Vertebrata
1. Class Pisces yaitu dengan ovipar dan secara fertilisasi eksternal, ovovivipar dan vivipar. Organ reproduksinya meliputi testis, vas deferens, lubang urogenitalia untuk jantan dan untuk betina adalah ovarium, oviduk dan lubang urogenitalia.
2. Class Amphibia yairu dengan fertilisasi eksternal. Organ reproduksinya meliputi testis, vasa efferentia dan kloakauntuk jantan dan untuk betina yaitu ovarium, oviduk dan kloaka.
3. Class Reptilia yaitu dengan fertilisasi internal. Organ reproduksinya meliputi testis, hemipenis, vas deferens, epididimis dan kloaka. Untuk betina yaitu ovarium, oviduk dan kloaka.
4. Class Aves yaitu dengan fertilisasi internal. Organ reproduksi bagi yang jantan yaitu testis, vas deferens dan kloaka. Untuk yang betina meliputi ovarium kiri, oviduk, dan kloaka.
5. Class Mammalia yaitu dengan fertilisasi internal. Organ reproduksi jantan meliputi penis, vas deferens, testis dan anus. Untuk yang betina meliputi ovarium, oviduk, uterus dan anus. Memiliki sistem menstruasi yang disebut dengan fase estrus serta tipe uterus yang kompleks.

Hewan Transparan Apakah Karena Faktor Mutasi?


1) Salpa Transparan
Hewan mirip ubur-ubur ini dikenal sebagai Salpa memakan tumbuhan kecil di air yang dikenal sebagai fitoplankton (marine algae). Mereka berwarna tembus pandang, berbentuk tabung yang berkisar antara satu hingga sepuluh sentimeter dalam ukuran. (Foto oleh DM)


2) Ikan Zebra Transparan yang diciptakan oleh Ilmuwan
Ikan zebra tembus pandang ini hasil kreasi para ilmuwan di tahun 2008 dengan tujuan agar mereka dapat mempelajari proses penyakit, termasuk penyebaran kanker. Ikan transparan ini memudahkan para peneliti di Children’s Hospital Boston untuk secara langsung melihat organ dalam ikan dan meneliti proses-proses seperti pertumbuhan tumor dalam waktu-riil pada organisme hidup. (Foto oleh LS)

3) Ikan Icefish Transparan
Ditemukan di kedalaman air es di sekitar Antartika dan bagian selatan Amerika Selatan, ikan icefish buaya (Channichthyidae) memangsa krill, copepods, dan ikan lain. Darah mereka transparan karena mereka tidak memiliki hemoglobin dan/atau hanya tidak adanya eritrosit (sel darah merah). Metabolisme mereka bergantung satu-satunya kepada oksigen yang dilarutkan dalam darah cair, yang diyakini diserap langsung melalui kulit dari air. Ini bekerja karena air dapat melarutkan zat asam arang pada umumnya pada titik terendahnya. Dalam lima spesies, gen untuk myolobin di dalam otot juga telah lenyap, menjadikan mereka memiliki jantung yang berwarna putih alih-alih pink. (Foto oleh uwe kils)

4) Ikan Berkepala Transparan
Ikan yang hidup di perairan laut dalam yang aneh ini disebut Barreleye (Macropinna microstoma) memiliki sebuah kepala yang transparan dan mata berbentuk tabung. Dia memiliki mata yang sangat sensitif terhadap cahaya yang dapat berotasi dalam pelindung berisi cairan di kepalanya yang transparan, di mana mata tabung ikan, dalam kepala, bertutupkan lensa hijau terang. Matanya mengarah ke atas (sebagaimana yang ditunjukkan di sini) ketika ikan itu mencari makanan di atas kepalanya. Mereka mengarah ke depan ketika dia sedang makan. Dua bercak di atas mulut sang ikan bukan mata; itu adalah organ penciuman yang disebut nares, yang diumpamakan dengan lubang hidung manusia. (Foto oleh MBARI)

5) Cumi-cumi Transparan
Ditemukan di samudera belahan bumi selatan, Cumi-cumi kaca (Teuthowenia pellucida) memiliki organ yang ringan di atas matanya dan memiliki kemampuan untuk melingkar menjadi bola, seolah-olah landak yang hidup di air. Cumi-cumi ini merupakan mangsa dari banyak ikan laut-dalam (seperti hiu goblin) dan juga paus dan burung-burung laut. (Foto oleh Peter Batson)


6) Ubur-ubur Transparan
Ubur-ubur merupakan anggota filum Cnidaria yang berenang bebas. Mereka ditemukan di setiap lautan, dari permukaan hingga laut dalam. Banyak ubur-ubur yang sedemikian transparan sehingga mereka hampir tidak dapat dilihat. Satu yang di atas berasal dari genus Arctapodema, dengan ukuran satu inci (sekitar 2,5cm). (Foto oleh Bill Curtsinger)

7) Amphipod Transparan
Dinamakan Phronima, hewan yang tak biasa ini satu dari sekian banyak spesies aneh yang belakangan ditemukan dalam ekspedisi barisan pegunungan laut dalam di Atlantik Utara. Dalam strategi ironis untuk bertahan hidup, makhluk seperti udang kecil ini, menunjukkan segala sesuatu yang dipunyai, dalam dan luar, dalam sebuah usaha untuk menghilang. Banyak makhluk-makhluk kecil laut dalam lain yang transparan juga, atau mendekati, untuk menyembunyikan diri mereka lebih baik dalam lingkungan mereka yang gelap, demikian kata ilmuwan. (Foto oleh David Shale)

8) Udang Larva Transparan
Ditemukan di perairan sekitar Hawaii, larva udang transparan ini menumpang di atas ubur-ubur yang sama tembus pandangnya, istilahnya ‘tak gendong kemana-mana’. (Foto oleh Chris Newbert/Minden Pictures)


9)Katak Transparan
Asli berasal dari Venezuela, katak kaca termasuk dalam keluarga amfibi Centrolenidae (ordo Anura). Di mana warna latar secara umum dari kebanyakan katak kaca terutama berwarna hijau limau, kulit perut dari beberapa anggota keluarga ini transparan, sehingga jantung, hati, dan saluran pencernaan dapat terlihat melalui kulit mereka yang tembus cahaya. (Foto oleh Heidi dan Hans-Jurgen Koch)

Naaaaaahhh,,,, yang terakhir adalah kupu-kupu,,,,,,,
Ditemukan di Amerika Tengah, dari Mexico hingga Panama, Kupu-kupu bersayap kaca (Greta oto) adalah kupu-kupu berkaki-sikat di mana sayapnya tembus cahaya. Jaringan di antara urat-urat sayapnya terlihat seperti kaca. (Foto oleh Hemmy)

Menjauhkan Flu: Protein Sintetik Mengaktifkan Sistem Kekebalan dalam Dua Jam

Sebuah studi yang diterbitkan tanggal 6 Juli 2012 di jurnal Public Library of Science PloS One, menemukan kalau EP67, sebuah protein sintetik kuat, mampu mengaktivasi sistem kekebalan yang diam dalam hanya dua jam setelah dikonsumsi.
 Sebelum studi ini, EP67 telah umumnya dipakai sebagai ajuvan untuk vaksin, yaitu sesuatu yang ditambahkan ke vaksin untuk membantu mengaktivasi respon kekebalan. Namun Joy Phillips PhD, pengarang utama studi ini bersama dengan koleganya Sam Sanderson PhD dari Pusat Medis Universitas Nebraska melihat potensi kalau ia dapat bekerja sendiri.
 “Virus flu sangat lincah dan secara aktif menjaga sistem kekebalan dari mendeteksinya untuk beberapa hari hingga anda mendapatkan gejala,” kata Phillips. “Penelitian kami menunjukkan kalau dengan memasukkan EP67 ke tubuh dalam 24 jam paparan ke virus flu membuat sistem kekebalan bereaksi hampir seketika pada ancaman tersebut, sebelum tubuh anda secara normal mampu melakukannya.”
 Karena EP67 tidak bekerja pada virus namun pada sistem kekebalan itu sendiri, ia berfungsi sama tidak peduli apa strain flunya, berbeda dengan vaksin influenza yang harus tepat sesuai dengan strain yang sedang beredar.
Phillips mengatakan walau studi ini berfokus pada flu, tapi EP67 berpotensi bekerja pada penyakit pernapasan dan infeksi jamur lainnya dan dapat berpotensi besar untuk terapi gawat darurat.
 “Ketika anda menemukan kalau anda terpaparkan flu, perawatan satu-satunya sekarang adalah menyerang virus secara langsung yang tidak handal dan seringkali virus mengembangkan resistensi terhadapnya,” kata Phillips. “EP67 dapat secara potensial menjadi terapi bagi orang yang mengetahui dirinya terpaparkan dan membantu tubuh memerangi virus sebelum anda sakit.”
Ia bahkan dapat juga dipakai dalam peristiwa strain baru penyakit menular, sebelum patogen aktual ditemukan, seperti pada SARS dan wabah influenza H1N1 2009, kata Phillips.
 Saat ini, pengujian sudah dilakukan umumnya pada tikus dengan menularkan mereka virus flu. Mereka yang diberi dosis EP67 dalam 24 jam infeksi tidak sakit (atau sesakit) yang tidak diberikan EP67.
 Level kesakitan tikus diukur berdasarkan hilangnya berat badan. Secara tipikal, tikus kehilangan sekitar 20 persen beratnya ketika terinfeksi flu namun tikus yang dirawat dengan EP67 kehilangan rata-rata hanya 6 persen. Lebih penting lagi, tikus yang dirawat sehari setelah diinfeksi dengan dosis influenza yang mematikan ternyata tidak mati, kata Phillips.
 Ia mengatakan kalau ada implikasi besar bagi kedokteran hewan, karena EP67 aktif pada hewan, termasuk burung.
 Penelitian di masa datang akan memeriksa pengaruh EP67 dalam keberadaan jumlah patogen lain dan melihat lebih dekat fungsi EP67 dalam berbagai sel di tubuh.

Ikan Semakin Mengecil Seiring Memanasnya Laut

Perubahan pada sistem laut dan cuaca dapat menyebabkan ikan semakin mengecil, demikian hasil temuan studi terbaru dari para ilmuwan perikanan di Universitas British Columbia.
Studi yang dipublikasikan pada 30 September dalam jurnal Nature Climate Change ini menghadirkan proyeksi global pertama tentang penurunan potensial pada ukuran maksimum ikan di laut yang bersuhu lebih panas dan kurang oksigen.
Para peneliti menggunakan pemodelan komputer untuk mempelajari 600 lebih spesies ikan di lautan di seluruh dunia, dan menemukan bahwa berat badan maksimum yang bisa dicapai dapat menurun hingga 14-20 persen antara tahun 2000 dan 2050, dengan daerah tropis yang menjadi wilayah paling terkena dampaknya.
“Kami terkejut melihat besarnya penurunan ukuran ikan ini,” kata pemimpin penulis riset William Cheung, seorang asisten profesor di Pusat Perikanan UBC. “Ikan laut umumnya diketahui merespon perubahan iklim melalui perubahan distribusi dan musim. Namun dampak besar yang sama sekali tak terduga, di mana perubahan iklim bisa mempengaruhi ukuran tubuh, menunjukkan bahwa kita mungkin kehilangan sepotong besar teka-teki dalam memahami dampak perubahan iklim di lautan.”
Ini merupakan aplikasi gagasan berskala global pertama yang menyebutkan bahwa pertumbuhan ikan dibatasi persediaan oksigen, yang lebih dari 30 tahun lalu digagas oleh Daniel Pauly, kepala peneliti bersama Sea Around Us Project UBC, yang juga menjadi penulis pendamping dalam studi ini.
“Ini adalah tantangan yang konstan bagi ikan dalam memperoleh cukup oksigen dari air agar bisa bertumbuh, dan situasi menjadi memburuk sebagaimana ikan menjadi lebih besar,” jelas Pauly. “Lautan yang lebih panas dan kurang oksigen, seperti yang diprediksi dalam perubahan iklim, akan membuat ikan yang lebih besar lebih kesulitan dalam memperoleh cukup oksigen, yang artinya mereka akan segera berhenti bertumbuh.”
Studi ini menyoroti perlunya mengurangi emisi gas rumah kaca serta mengembangkan berbagai strategi untuk memonitor dan beradaptasi pada perubahan yang sudah kita saksikan. Jika tidak, maka ini akan menimbulkan resiko terganggunya perikanan, perlindungan pangan dan cara kerja ekosistem di laut.

Temuan Baru Menunjukkan Evolusi Kadang Mengarah ke Lebih Sederhana, Bukan Lebih Kompleks

Pandangan yang menyatakan bahwa hewan menjadi lebih kompleks seiring berjalannya waktu mungkin akan berubah dengan hadirnya temuan dalam sebuah penelitian terbaru. Bukti baru dari para ilmuwan di Universitas St. Andrews menunjukkan bahwa beberapa hewan modern justru berevolusi menjadi kurang kompleks.
Para peneliti menyatakan, penemuan sisa-sisa lingkungan gen yang pernah ada pada nenek moyang yang hidup 550 juta lalu menunjukkan bahwa hewan paling awal ternyata lebih kompleks daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Current Biology ini tampaknya bertentangan dengan persepsi umum evolusi, yang menyatakan bahwa makhluk hidup mengalami kemajuan dengan secara genetik menjadi lebih kompleks dari waktu ke waktu.
Para peneliti, di bawah pimpinan Dr. David Ferrier dari Institut Kelautan Skotlandia di Universitas St Andrews, menemukan bahwa beberapa hewan modern seperti spons, ubur-ubur jengger dan placozoa mungkin telah berevolusi dengan kehilangan beberapa gen dan mungkin menjadi disederhanakan dari nenek moyang yang lebih kompleks, asal di mana seluruh hewan berevolusi.
Dr. Ferrier bersama timnya mempelajari gen-gen utama, Hox dan ParaHox, yang dikenal memiliki fungsi untuk membangun tubuh bagi hampir seluruh hewan modern. Mereka mengontrol tulang rusuk mana yang berevolusi pada manusia atau sayap mana yang berevolusi pada lalat, dan yang dapat terganggu akibat penyakit seperti kanker dan diabetes.
Sebelum penelitian ini, terdapat perdebatan di kalangan para ilmuwan mengenai apakah gen ini berevolusi secara bertahap, atau selama evolusi hewan awal, atau malah hadir pada hewan-hewan paling pertama.
Dr. Ferrier menjelaskan, “Pandangan konvensional saat ini menyebutkan bahwa gen-gen ini saling terkait dengan peningkatan kompleksitas hewan sebagaimana nenek moyang hewan awal tergantikan oleh makhluk yang lebih maju, dengan keragaman jenis sel yang lebih besar dan rentang gen-gen yang lebih luas yang membangun peningkatan bertahap ini pada kompleksitas.”
Dengan membandingkan genom hewan seperti manusia dan anemon laut, para peneliti mampu merekonstruksi ‘lingkungan-lingkungan’ di seputar gen Hox dan ParaHox pada nenek moyang hewan-hewan ini, sekalipun nenek moyang tersebut sudah punah lebih dari 550 juta tahun yang lalu.
Para peneliti menemukan bahwa beberapa hewan, seperti spons dan placozoa, yang berevolusi lebih awal dari anemon laut dan manusia, masih tetap memiliki lingkungan-lingkungan tersebut meskipun tidak memiliki gen Hox dan ParaHox.
Dr. Ferrier melanjutkan, “Lingkungan-lingkungan tersebut bagaikan hantu dalam genom-genom ini, memperlihatkan reprensentasi samar tentang apa yang ada sebelumnya, dengan gen Hox dan ParaHox yang sudah mati dan menghilang, namun meninggalkan skema hantu.
“Hasil kerja kami ini menghadirkan pandangan yang sama sekali berbeda dengan konsensus yang telah dikembangkan selama beberapa tahun terakhir tentang nenek moyang hewan pertama.”
Pendekatan baru ini, yang mengungkap asal muasal purba gen-gen kontrol perkembangan penting tersebut, kini menandai kembalinya perburuan gen-gen tersebut pada garis keturunan hewan awal."

Memakai Virus AIDS untuk Melawan Kanker

Diterbitkan dalam  PLoS Genetics tanggal 23 Agustus 2012, temuan ini dapat membawa pada penerapan terapis jangka panjang dalam perawatan kanker dan patologi lainnya.
Human immunodeficiency virus (HIV), yang menyebabkan AIDS, memakai bahan sel manusia untuk berlipat ganda, umumnya dengan memasukkan bahan genetiknya ke genom sel inang. Karakteristik khas HIV adalah ia bermutasi terus menerus, dan membuat beberapa protein mutan (atau varian) dalam pelipatgandaannya. Fenomena ini memungkinkan virus tersebut beradaptasi dengan perubahan lingkungan berkelanjutan dan menghambat pengobatan yang telah dikembangkan sebelumnya.
 Di IBMC  (Institut de Biologie Moléculaire et Cellulaire) Strasbourg, para peneliti lab CNRS Architecture et Réactivité de l’ARN mendapat gagasan memakai strategi pelipatgandaan ini untuk menyalurkan ulang dampak virus untuk tujuan terapi, khususnya perawatan kanker.
 Mereka pertama mengubah genom HIV dengan memasukkan sebuah gen manusia yang ada di semua sel : gen untuk deoksisitidin kinase (dCK), sebuah protein yang mengaktivasi obat antikanker. Para peneliti telah mencoba menghasilkan bentuk dCK yang lebih efektif dalam beberapa tahun. Lewat pelipatgandaan HIV, tim CNRS memilih sebuah ‘perpustakaan’ dari hampir 80 protein mutan dan mengujikannya pada sel tumor bersama dengan obat antikanker. Hasilnya memungkinkan mereka menemukan varian dCK yang lebih efektif dari tipe protein liar (non-mutasi), menginduksi kematian sel tumor di kultur. Dikombinasi dengan protein ini, obat antikanker menunjukkan efektivitas identik 1/300 kali dosis. Kemungkinan mengurangi dosis obat antikanker akan mengatasi masalah yang timbul lewat keracunan komponen, mengurangi efek sampingnya, dan paling penting, meningkatkan efektivitasnya.
 Salah satu keuntungan teknik eksperimental ini adalah protein mutannya diuji langsung pada kultur sel. Langkah selanjutnya adalah studi pra klinis (hewan) pada protein mutan yang diisolasi. Selain itu, sistem eksperimental memakai virus yang secara normal mengancam hidup ini akan membawa banyak penerapan terapi.

Daisy, Sapi Hasil Rekayasa Genetik Pertama di Dunia yang Menghasilkan Susu Anti-alergi Berprotein Tinggi

Para ilmuwan Institut AgResearch di New Zeland telah berhasil mengambangkan sapi pertama di dunia yang memproduksi susu anti-alergi sekaligus berprotein tinggi.
Hasil kerja para ilmuwan dari kampus Ruakura AgResearch ini dipublikasikan dalam jurnal sains Amerika bergengsi, Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS).
Tim AgResearch, di bawah pimpinan Dr. Goetz Laible, bertujuan untuk menemukan apakah mereka bisa memproduksi susu yang kurang mengandung protein susu tertentu, suatu kandungan yang diketahui bisa menyebabkan alergi.
“Kami telah berhasil mengurangi secara besar-besaran sejumlah beta-lactoglobulin (BLG), suatu protein susu yang tidak terkandung dalam susu manusia dan yang dapat menyebabkan reaksi alergi,” kata Dr. Stefan Wagner, yang memimpin penulisan makalah, “Dua hingga tiga persen bayi mengalami alergi terhadap susu sapi, dan alergi BLG menjadi bagian besar dari persentase tersebut.”
Pertama-tama, para ilmuwan menguji prosesnya pada model tikus yang direkayasa untuk menghasilkan formula protein BLG domba dalam susunya. Dengan memanfaatkan teknik yang disebut interferensi RNA, dua RNA mikro (molekul asam ribonukleat pendek) dipaparkan pada tikus untuk melumpuhkan ekspresi protein BLG domba. Hal ini menghasilkan pengurangan protein BLG domba pada susu tikus sebanyak 96 persen.
Selanjutnya mereka membiakkan Daisy, seekor anak sapi betina tanpa ekor yang secara genetik direkayasa untuk mengekspresikan dua RNA mikro yang sama, kali ini dengan manargetkan protein BLG yang biasanya terkandung dalam susu sapi. Lalu secara hormonal mereka menginduksi Daisy ke dalam kondisi laktasi (masa pelepasan susu dari kelenjar susu). Hasilnya, susu yang diperoleh dari Daisy tidak terdeteksi mengandung protein BLG, dan, secara tak terduga, susu ini pun mengandung tingkat protein kasein yang tinggi, lebih tinggi dua kali lipat dari yang terkandung dalam susu sapi biasa.
“Orang telah lama mencari cara untuk mengurangi protein yang sukar dipahami ini, atau melumpuhkannya sama sekali, karena tak ada fungsi pasti yang bisa dikaitkan dengan protein ini. Jadi, kami kembangkan model ilmiah ini untuk menyelidiki efek akibat dilumpuhkannya protein BLG pada komposisi dan fungsional susu yang semestinya, serta menentukan apakah dengan hilangnya BLG bisa menghasilkan susu sapi yang anti-alergi,” kata Dr. Wagner.
“Ini merupakan komponen penemuan yang nyata bagi proyek ini, dan Daisy menyediakan kesempatan bagi kita untuk menjawab banyaknya pertanyaan tersebut.
“Untuk menghindari tertundanya selama dua tahun sebelum laktasi alami, susu yang kami analisa berasal dari laktasi hasil induksi. Kami hanya memperoleh kuantitas yang sedikit selama beberapa hari untuk studi awal ini. Sekarang kami ingin mengembangkannya dari Daisy dan menentukan komposisi susu serta menuainya dari laktasi alami. Kami juga ingin menyelidiki sebab kenapa Daisy tidak berekor, suatu penyakit sejak lahir pada sapi.”
Direktur Institut Malaghan, Prof. Graham le Gros, berkomentar, “Terobosan yang luar biasa ini memiliki implikasi besar mengingat potensinya dalam mengurangi dampak signifikan dari alergi yang menimpa anak-anak kita dan secara rapi menghindari keprihatinan yang berhubungan dengan modifikasi genetik protein susu itu sendiri.”
Di masa yang akan datang, proses dasar penggunaan rancangan RNA mikro untuk menargetkan gen-gen lainnya dapat memberi alat yang efisien dalam mengubah karakteristik-karakteristik tambahan pada hewan ternak, misalnya untuk menghasilkan hewan yang tahan terhadap penyakit dan/atau yang mengembangkan kemampuan laktasi.

Membuat Bayi Tikus dari Sel Punca

...Para ilmuwan telah berhasil menciptakan telur tikus dari sel punca dan menggunakannya untuk membuat bayi tikus yang sehat. Teknik ini akan membantu mereka dalam mempelajari bagaimana telur mengalami perkembangan dan juga menawarkan potensi untuk menciptakan telur bagi wanita yang tidak subur.
Mitinori Saito dari Universitas Kyoto memimpin tim riset yang memanfaatkan sel punca dari tikus dan secara genetik merekayasanya menjadi sel perintis telur. Saat sel-sel ini dicampur dengan sel-sel tubuh yang sesuai dari tikus betina untuk membuat “pembentukan ulang indung telur” dan menanamkannya pada tikus, mereka mengembangkannya menjadi telur dewasa. Telur-telur ini kemudian berhasil difertilisasi di dalam laboratorium dengan menggunakan IVF dan menghasilkan bayi-bayi tikus yang sehat dan subur.
Hasil studi ini dideskripsikan dalam jurnal Science. Sebelumnya, pada tahun 2003, para ilmuwan di Universitas Pennsylvania juga pernah mentransformasi sel punca tikus menjadi telur, namun tidak mengunakannya untuk menciptakan bayi tikus.
“Sistem kami ini berfungsi sebagai landasan yang kuat untuk menyelidiki dan selanjutnya membentuk kembali pembangunan germline betina secara in vitro, tidak hanya pada tikus, tetapi juga pada mamalia lain, termasuk manusia,” tulis para peneliti dalam jurnal Science.
Saitou menggunakan dua jenis sel punca dalam pekerjaannya ini: sel punca embrionik, yang ditemukan pada tahap awal embrio dan dapat berubah menjadi segala jenis jaringan dalam tubuh; serta sel punca pluripotent, yang dibuat dengan mengambil sebuah sel dari hewan dewasa (seperti sel kulit) dan memprogramnya ulang ke dalam keadaan yang serupa dengan sel punca embrionik.
Proporsi yang dijalankan untuk menciptakan keturunan yang sehat, relatif rendah – lima ekor anak tikus lahir dari 127 embrio (3,9%) dalam kasus sel punca, berbanding 13 ekor bayi dari 75 embrio (17,3%) dalam salah satu kontrol, yang dimulai dengan sel reproduksi normal tikus.
Penelitian terbaru Saitou ini memperluas hasil kerja sebelumnya tahun lalu, saat ia memimpin tim ilmuwan untuk menciptakan sperma dari sel punca tikus dan menggunakannya untuk membuat keturunan sehat dan subur lewat IVF.
Dr. Allan Pacey, seorang ahli kesuburan di Universitas Sheffield dan ketua British Fertility Society, mengatakan: “Ini merupakan bagian yang sangat teknis dari pekerjaan yang mendorong lebih jauh ilmu pengetahuan tentang bagaimana telur dihasilkan dan bagaimana kita mungkin suatu saat dapat secara rutin menstimulasi produksi telur-telur baru bagi wanita yang tidak subur.
“Apa yang luar biasa tentang pekerjaan ini adalah kenyataan bahwa, meskipun proses tersebut masih cukup efisien, keturunannya muncul sehat dan dengan sendirinya menjadi subur saat dewasa. Ini merupakan langkah besar ke depan, tapi saya akan mendesak kehati-hatian mengingat ini adalah studi laboratorium dan kita masih cukup jauh dari uji klinis untuk diterapkan pada manusia.”
Dalam jangka pendek, menjadi mampu menciptakan telur di laboratorium dari sel punca bisa membantu para ilmuwan untuk lebih memahami ketidaksuburan pada wanita dengan wawasan tentang usia telur dan bagaimana telur terkadang mengalami perkembangan yang salah.
Robert Norman, seorang profesor reproduksi dari Universitas Adelaide, mengatakan bahwa penelitian ini suatu saat akan memungkinkan para wanita tidak subur untuk memiliki anak kandung secara genetis, tapi hal itu masih butuh waktu yang sangat lama. “Perhatian utama masih perlu ditangani, termasuk kesehatan jangka panjang pada keturunannya,” katanya.

Mengungkap Hormon yang Mondorong Perilaku Sosial pada Ikan

Para peneliti telah menemukan bahwa formula oksitosin — hormon yang bertanggung jawab untuk membuat manusia menjadi jatuh cinta — memiliki persamaan efek seperti yang dimiliki ikan, menunjukkan bahwa hormon ini merupakan regulator utama bagi perilaku sosial yang telah berevolusi dan bertahan sejak zaman purba.
Penemuan ini, yang dipublikasikan dalam edisi terbaru jurnal Animal Behaviour, membantu menjawab pertanyaan evolusioner yang penting: mengapa beberapa spesies mengembangkan perilaku sosial yang kompleks sementara spesies lainnya lebih banyak menghabiskan waktunya sendirian?
“Kita tahu bagaimana hormon ini berefek pada manusia,” kata Adam Reddon, pemimpin riset dan lulusan Departemen Psikologi, Ilmu Saraf & Perilaku Universitas McMaster. “Ini berkaitan dengan cinta, monogami, bahkan perilaku yang beresiko, namun belum begitu diketahui efeknya pada ikan.”
Secara khusus, para peneliti memeriksa ikan Neolamprologus pilcher, spesies sangat sosial yang ditemukan di Danau Tanganyika, Afrika.
Ikan-ikan ini tergolong tak biasa karena mereka membentuk kelompok-kelompok sosial permanen berdasarkan pasangan kawin yang dominan dan banyak yang membantu merawat anak-anak serta mempertahankan kawasan mereka.
Untuk melakukan percobaan, para peneliti menyuntikkan isotosin pada ikan — oksitosin “versi ikan” — atau mengontrol larutan garam.
Saat ditempatkan di kawasan persaingan dengan rival, ikan ini menjadi lebih agresif terhadap musuh yang lebih besar. Namun saat ditempatkan pada kelompok besar, ikan ini menjadi lebih patuh saat menghadapi agresi dari anggota kelompok yang lebih dominan. Sinyal ini penting bagi spesies tersebut karena menenangkan anggota dominan dalam sebuah kelompok, kata para peneliti.
“Hormon ini meningkatkan kemampuan respon terhadap informasi sosial dan bisa berlaku sebagai suatu ikatan sosial yang penting,” kata Reddon, “Ini memastikan ikan untuk menangani konflik dengan baik dan mempertahankan kekompakan kelompok karena akan mengurangi dan mempersingkat perkelahian yang merugikan.”
“Kami sudah tahu bahwa kelas neuropeptida ini merupakan kelas purba dan ditemukan pada hampir semua kelompok vertebrata,” kata Sigal Balshine, seorang profesor di Departemen Psikologi, Ilmu Saraf & Perilaku. “Hal yang khususnya menarik adalah dukungan temuan ini pada gagasan bahwa fungsi hormon ini, yaitu sebagai modulator perilaku sosial, juga telah dilestarikan.”

Ilmuwan Mengontrol Bentuk Materi dalam Terapi Nanopartikel DNA

Para peneliti dari Universitas Johns Hopkins dan Northwestern telah menemukan cara untuk mengontrol bentuk nanopartikel yang berfungsi memindahkan DNA dalam tubuh, serta menunjukkan bahwa bentuk-bentuk penghantar ini bisa membuat perbedaan besar dalam hal pengobatan kanker dan berbagai penyakit lainnya.
Studi yang dipublikasikan pada 12 Oktober dalam jurnal Advanced Materials ini juga patut menjadi perhatian karena teknik terapi gen ini tidak harus memanfaatkan virus untuk menghantarkan DNA ke dalam sel. Beberapa upaya terapi gen yang bergantung pada virus mengandung berbagai resiko kesehatan.
“Nanopartikel ini bisa menjadi kendara penghantar yang lebih aman dan efektif untuk terapi gen, menargetkan berbagai penyakit genetik, kanker serta penyakit-penyakit lain yang bisa disembuhkan dengan pengobatan gen,” kata Hai-Quan Mao, profesor ilmu dan teknik material di Sekolah Teknik Whiting Johns Hopkins.
Mao telah mengembangkan nanopartikel nonviral untuk terapi gen selama satu dekade. Pendekatannya melibatkan pengkompresian potongan-potongan DNA yang sehat dalam lapisan polimer pelindung. Partikel-partikel ini dirancang untuk menghantarkan muatan genetiknya hanya setelah partikel ini bergerak melewati aliran darah dan memasuki sel-sel yang menjadi sasaran. Dalam sel-sel tersebut, polimer mengurangi dan melepaskan DNA. Dengan menggunakan DNA ini sebagai pola dasar, maka sel-sel tersebut dapat memproduksi protein fungsional yang mampu memerangi penyakit.

Ilustrasi ini menggambarkan molekul-molekul DNA (hijau muda), dikemas ke dalam nanopartikel dengan menggunakan polimer dalam dua segmen yang berbeda. Satu segmennya (hijau gelap) membawa muatan positif yang mengikatnya pada DNA, dan segmen lainnya (cokelat) membentuk lapisan pelindung pada permukaan partikel. Dengan menyesuaikan pelarut yang mengelilingi molekul-molekul ini, para peneliti Johns Hopkins dan Northwestern mampu mengontrol bentuk nanopartikel. Tes hewan yang dilakukan tim riset menunjukkan bahwa bentuk nanopartikel secara dramatis dapat mempengaruhi seberapa efektif penghantaran terapi gen ke dalam sel. Gambar pada latar depan, meskipun diperoleh dari model komputasi, nyaris sesuai dengan gambar latar belakang abu-abu, yang dikumpulkan melalui mikroskop elektron transmisi. (Kredit: Wei Qu, Universitas Northwestern, gambar simulasi; Xuan Jiang, Universitas Johns Hopkins, gambar mikroskopis)

Sebuah kemajuan besar dalam pekerjaan ini adalah kemampuan para peneliti “menyetel” partikel-partikel dalam tiga bentuk; batang, cacing serta bulatan, yang meniru bentuk dan ukuran partikel-partikel virus. “Kami bisa mengamati bentuk-bentuk itu dalam laboratorium, tapi kami tidak sepenuhnya memahami mengapa mereka mengasumsikan bentuk-bentuk itu dan bagaimana cara mengontrol prosesnya dengan baik,” kata Mao. Pertanyaan-pertanyaan ini penting karena sistem pengiriman DNA yang ia bayangkan mungkin memerlukan bentuk-bentuk spesifik yang seragam.
Untuk mengatasi masalah ini, sekitar tiga tahun lalu Mao mencari bantuan dari rekan-rekannya di Northwestern. Sementara Mao bekerja di laboratorium tradisionalnya yang serba basah, para peneliti di Northwestern merupakan pakar dalam melakukan eksperimen serupa dengan menggunakan model komputer yang canggih.
Erik Luijten, profesor ilmu dan teknik material serta matematika terapan di Sekolah Teknik dan Ilmu Terapan McCormick Universitas Northwestern dan sebagai penulis pendamping dalam makalah, memimpin analisis komputasi pada temuan-temuan tersebut untuk menentukan mengapa nanopartikel diformasikan ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda.
“Simulasi komputer dan model teoritis kami telah memberi pemahaman mekanistik, mengidentifikasi apa yang bertanggung jawab atas perubahan bentuk tersebut,” kata Luijten. “Kami kini dapat memprediksi secara tepat bagaimana memilih komponen nanopartikel jika ada yang mengingini bentuk tertentu.”
Penggunaan model komputer memungkinkan tim Luijten untuk meniru percobaan laboratorium tradisional dalam waktu yang jauh lebih cepat. Simulasi dinamika molekul ini dilakukan pada Quest, sistem komputasi berkinerja tinggi dari Northwestern. Komputasi ini begitu rumit sehingga beberapa di antaranya memerlukan 96 prosesor komputer yang bekerja secara bersamaan dalam satu bulan.
Dalam makalah mereka, para peneliti juga ingin menunjukkan pentingnya bentuk partikel dalam menghantarkan terapi gen. Para anggota tim riset melakukan tesnya pada hewan, kesemuanya menggunakan bahan partikel yang sama dan DNA yang sama. Satu-satunya perbedaan adalah pada bentuk partikel: batang, cacing dan bulatan.
“Partikel berbentuk cacing menghasilkan ekspresi gen dalam sel-sel hati 1.600 kali lebih banyak dibanding yang dihasilkan dua bentuk lainnya,” kata Mao. “Artinya, produksi nanopartikel dalam bentuk ini bisa menjadi cara yang lebih efisien untuk menghantarkan terapi gen ke dalam sel-sel tersebut.”
Bentuk-bentuk partikel yang digunakan dalam penelitian ini diformasi lewat cara mengemas DNA dengan polimer dan mengeksposnya ke berbagai pengenceran pelarut organik. Penolakan DNA terhadap pelarut, dengan bantuan rancangan polimer dari tim riset, menyebabkan nanopartikel berkontraksi menjadi bentuk tertentu dengan sebuah “perisai” di seputar materi genetik untuk melindunginya dari penghapusan oleh sel-sel kekebalan.
Dana awal untuk penelitian ini berasal dari Institut NanoBioTeknologi Johns Hopkins. Riset kemitraan Johns Hopkins-Northwestern memperoleh dukungan pendanaan dari National Institutes of Health.

Protein yang Mengubah Tikus Hitam Menjadi Putih

Kedua protein ini diperlukan bagi sel punca melanosit melakukan pemeliharaan diri dan pigmentasi yang tepat di sepanjang rentang hidup tikus. Tanpa kedua protein ini, bulu tikus akan berubah menjadi putih. Penelitian yang mengungkap peran protein ini dipublikasikan dalam tinjauan Cell Report dan membuka jalan bagi kemungkinan serius dalam rangka menghentikan pembentukan melanoma, suatu jenis tumor yang berasal dari sel melanosit.
Melanosit adalah sel-sel dalam organisme yang digunakan untuk pigmen kulit, bulu dan rambut. Pigmentasi berfungsi melindungi diri dari matahari dan memberi warna pada organisme. Kerusakan pada sel-sel ini bisa menyebabkan kanker kulit yang dikenal sebagai melanoma. Melanoma merupakan kanker yang sangat agresif dan menjadi sangat sulit untuk diobati seiring perkembangan dan metastasisnya.
Beberapa tahun lalu, para peneliti menemukan bahwa, pada manusia, gen B-Raf (kode gen untuk protein yang sama) bermutasi di dalam lebih dari 50% melanoma. Dan dalam beberapa tahun ini, pengobatan kanker mengalami kemajuan yang spektakuler berkat pengembangan inhibitor farmakologis yang menargetkan sebuah enzim: kinase B-Raf. Meskipun demikian, dalam pengobatan ini, kanker kembali lagi muncul pada beberapa pasien, yang menunjukkan bahwa tidak semua sel kanker sudah tereliminasi. Hal ini membuat para peneliti meyakini bahwa B-Raf bukanlah satu-satunya elemen yang mendorong terjadinya proses kanker.
Dalam riset terbaru ini, para ilmuwan mencoba memahami bagaimana melanosit berfungsi secara normal, untuk kemudian memahami peran spesifiknya pada kanker. Untuk mempelajarinya, mereka menyingkirkan ekspresi protein B-Raf, lalu pada gilirannya ekspresi C-Raf, pada tikus berbulu hitam (Tikus berwarna hitam dipilih agar dapat terlihat jelas perubahan pigmentasinya).
Hasilnya, tak ada perubahan pigmentasi pada tikus yang ekspresi salah satu proteinnya, B-Raf ataupun C-Raf, telah disingkirkan dari jalur sel yang memproduksi melanosit. Sedangkan tikus yang B-Raf dan C-Raf-nya dihapus secara bersamaan memiliki warna yang normal saat lahir, namun semakin kehilangan pigmentasi seiring usia. Mereka berubah dari hitam menjadi kelabu, sebelum akhirnya memutih.
Tikus mutan yang bulunya memutih saat pergantian kulit berlangsung karena kesalahan dalam peremajaan-diri sel induk melanosit. (Kredit: ©A. Eychène/F. Bertrand (Institut Curie))
Bagi Alain Eychène, pemimpin tim riset, “observasi ini merepresentasikan kesalahan dalam peremajaan melanosit. Karena warna hitam telah ada saat lahir, sel-sel pigmen jelas ada. Bagaimanapun juga, pemutihan progesif pada bulu, saat B-Raf dan C-Raf terhapus dari jalur sel, membuktikan bahwa kedua protein ini dibutuhkan untuk peremajaan melanosit.”
Seperti halnya semua sel, melanosit berasal dari sel induk; sel ini bertanggung jawab untuk peremajaan selama pergantian kulit. Penelitian ini menunjukkan bahwa secara khusus populasi sel induk itu sendiri menghilang secara progresif pada tikus mutan. “Ini adalah demonstrasi in vivo yang pertama dari peran protein RAF dalam peremajaan-diri sel induk,” kata Eychène.
Kenyataan bahwa B-Raf dan C-Raf sama-sama terlibat dalam mengendalikan dan meremajakan sel induk pigmen menghadirkan langkah lain ke arah terwujudnya pemahaman dan pengobatan melanoma. Dengan menghambat protein-protein ini (dengan menggunakan inhibitor) pada pasien kanker, maka dapat dimungkinkan suatu saat para peneliti akan berhasil menyingkirkan semua sel induk kanker, yaitu penyebab yang mungkin berada di balik kasus terulangnya kanker.

Misteri Hibernasi

Pada musim dingin, para beruang memperlambat metabolisme lebih dari yang dapat diprediksi oleh suhu tubuh mereka.

Misteri Hibernasi Beruang Hitam

Jangan menilai seekor beruang dari suhu badannya, demikian seperti yang diindikasikan oleh data pertama mengenai fisiologi hibernasi.

Ada sesuatu yang terjadi pada hibernasi beruang hitam yang memperlambat rasio metabolisme lebih dari yang bisa dijelaskan oleh suhu tubuh yang rendah, menurut laporan ahli fisiologi ekologi Øivind Tøien dari Universitas Alaska Fairbanks.

Pada musim dingin Alaska, para beruang hitam yang secara dekat dipantau, menurunkan suhu tubuh mereka rata-rata hanya 5,5 derajat Celsius, seperti yang dilaporkan oleh Tøien dan rekan-rekannya dalam edisi 18 Februari jurnal Science. Kalkulasi standar fisiologi memprediksikan bahwa dingin yang seperti itu akan memperlambat metabolisme sekitar 65 persen rasio istirahat nonhibernasi. Akan tetapi metabolisme para beruang tersebut melambat bahkan ke zona penghematan energi yang rata-rata hanya 25 persen dari rasio dasar musim panas.

Hal seperti itu sejauh ini belum ditemukan dalam penelitian pada mamalia lainnya yang melakukan hibernasi, tutur rekan peneliti Brian M. Barnes yang juga dari Universitas Alaska Fairbanks.

Hibernasi mamalia penting bagi penelitian medis manusia, kata ahli fisiologi ekologi Hank Harlow dari Universitas Wyoming di Laramie. Dengan mendasarkan pada mekanisme yang ingin sekali dimengerti oleh para ilmuwan, beruang hitam meluangkan waktu lima hingga tujuh bulan tanpa makan, minum atau buang air kecil. Akan tetapi tak seperti orang-orang yang hanya meluangkan waktu di tempat tidur atau luar angkasa, mamalia-mamalia yang melakukan hibernasi tersebut tidak kehilangan kekuatan otot atau massa tulang mereka. "Beruang memang mengagumkan," kata Harlow.

Studi ini merupakan yang pertama secara terus-menerus memonitor rasio metabolisme dan suhu tubuh selama hibernasi beruang pada kondisi-kondisi rendah gangguan, tutur Tøien. Studi lainnya berdasarkan pengambilan sampel yang tidak terus menerus dengan peralatan yang lebih lama, bukti tak langsung, atau mempelajari para beruang dengan banyak sekali orang yang berada di dekat, menghasilkan "ketidakpastian," ungkapnya.

Dia dan para koleganya mendapatkan data yang sedemikian besarnya dengan cara menjadi sukarelawan untuk mempelajari beruang hitam yang mencari makanan dekat pemukiman warga dan akan segera dibunuh karena dianggap sebagai ancaman. "Kami membaca tentang mereka di Anchorage Daily News sebelum kami mendapatkan mereka," kata Tøien.

Untuk penelitian hibernasi mereka, para peneliti memonitor lima beruang, menempatkan mereka di kotak-kotak kayu jauh di dalam hutan. Kotak-kotak kayu tersebut sengaja dibuat tidak terlalu kuat agar supaya para beruang dapat menghancurkannya kapan pun mereka ingin keluar. Akan tetapi ketika para beruang berada di dalamnya, para peneliti memeriksa konsentrasi oksigen untuk melacak rasio metabolisme. Instrumen-instrumen juga mengukur pergerakan otot dan fungsi jantung.

Salah satu beruang tidak banyak menurunkan suhu tubuhnya selama awal hibernasi hingga dia melahirkan seekor anak beruang. Anak beruang tersebut tidak dapat bertahan hidup, dan setelah itu suhu tubuh beruang betina tersebut berperilaku lebih seperti tubuh beruang lainnya.

Laporan-laporan tentang penurunan rasio metabolisme yang cukup baik selama hibernasi menggembirakan Eric Hellgren dari Universitas Illinois Bagian Utara, yang mengakui "suatu sudut pandang berat sebelah sebagai seorang ahli biologi beruang." Dia mengatakan studi yang dilakukan di Alaska tersebut mungkin akan mengakhiri diskusi panjang para ahli fisiologi yang menganggap hibernasi beruang sebagai "suatu bentuk berbeda dan 'lebih kurang'" dibandingkan dengan perubahan metabolisme besar yang terlihat pada hewan-hewan kecil seperti tupai tanah.

Pemantauan lebih rinci juga mengungkap kebiasaan-kebiasaan khusus beruang lainnya, seperti siklus-siklus beberapa hari atau semingu selama pertengahan hibernasi ketika para beruang untuk sementara menaikkan suhu tubuh mereka. Tøien tidak menilai kenaikan kecil ini setara dengan penghangatan penuh secara berkala yang biasa dilakukan oleh hampir semua hewan lebih kecil yang melakukan hibernasi, yang menaikkan suhu tubuh mereka ke jarak normal selama beberapa minggu, buang air kecil dan kemudian menurunkan lagi suhu tubuh mereka. Para peneliti yang tidak hati-hati melakukan pengukuran metabolisme selama siklus beruang akan mendapatkan angka inflasi pada garis hibernasi, catatnya.

Pengukuran rasio jantung pada tiga beruang Alaska menunjukkan penurunan dari rata-rata 55 detak per menit sebelum hibernasi menjadi 14 detak tak menentu per menit pada musim dinin. Harlow mengatakan bahwa dia juga telah mendengar jantung beruang yang berhibernasi berdetak selama beberapa waktu dan kemudian berdetak secara tak menentu. Mungkin untuk menghemat energi, spekulasinya.

Tim Alaska juga menemukan bahwa ketika para beruang bergerak lagi di musim semi, metabolisme mereka memakan waktu beberapa minggu untuk merangkak kembali normal. Data pemantauan menunjukkan bahwa beruang dengan setengah kecepatan rasio metabolisme masih menunjukkan perilaku normal beruang.

Observasi tersebut cocok dengan studi yang dilakukan pada beruang grizzly yang meluangkan beberapa minggu pertama setelah hibernasi dengan rasio jantung setengah dari kecepatan pada waktu musim panas, kata Lynne Nelson dari Universitas Negara Bagian Washington di Pullman. "Kemampuan adaptasi sistem fisiologi beruang-beruang ini tak pernah berhenti mengejutkanku."

Spesies Baru Katak (Amfibi)

Spesies baru katak ditemukan ketika dalam perburuan mencari katak yang hilang di hutan hujan Kolombia.

Spesies Baru Katak (Amfibi) Ditemukan di Kolombia

Para ilmuwan menemukan spesies baru katak berparuh (jenis Rhinella) ketika sedang dalam ekspedisi amfibi di Kolombia. Pewarnaan katak tersebut mengkamuflasekannya di atas daun di dasar hutan tersebut di mana hewan itu bertelur dan menetas langsung menjadi anakan katak tanpa tahap berudu.

Kabar baik dalam dunia kodok dan katak akhirnya datang setelah para ilmuwan dalam sebuah ekspedisi amfibi di hutan hujan Kolombia menemukan 3 spesies baru termasuk katak berparuh kecil. Katak kecil tersebut yang panjangnya berukuran 2 cm atau lebih kurang, merupakan anggota jenis Rhinella yang merupakan kerabat dekat dari katak raksasa cane yang bisa tumbuh hingga ukuran 28 cm. Pewarnaan yang tidak terang dari katak berparuh yang baru teridentifikasi ini mungkin mengkamuflasekannya di dasar hutan tempat hewan tersebut meletakkan telur-telurnya. Anehnya, katak berparuh tersebut nampaknya melompati tahap berudu dan langsung menetas menjadi anakan katak, menurut laporan para ilmuwan dari Conservation International, IUCN Amphibian Specialist Group, Global Wildlife Conservation, dan Fundación ProAves. Demikian seperti yang dilansir oleh Science News (19/11/10).

Sebuah spesias baru katak roket sejenis katak panah yang termasuk dalam jenis Silverstonei juga teridentifikasi untuk pertama kalinya. Para peneliti hanya bisa melaporkan bahwa katak tersebut memiliki mata merah dan hidup di hutan hujan dataran tinggi Chocó montane.

Penemuan tersebut merupakan kejutan menyenangkan karena berita tentang amfibi agak suram belakangan ini: Populasi katak dan kodok secara global menurun yang disebabkan oleh infeksi jamur, polusi serta ancaman lainnya. Namun tujuan utama ekspedisi tersebut ialah untuk menemukan katak berparuh Mesopotamia yang merupakan mahluk yang sudah lama sekali tak terlihat sehingga para ilmuwan khawatir jangan-jangan tak ada lagi yang tersisa. Sekalipun demikian, katak berparuh tersebut harus terlihat.

Senin, 19 November 2012

STRUKTUR DAN FUNGSI ORGANEL SEL

1. Membran Sel
Membran Sel Tersusun atas lapisan lipoprotein gabungan lemak dan protein perbandingan 50:50. Lipid yang menyusun membran adalah pospolipid yang bersifat hidrofilik  dan sterol yang bersifat hidrofobik. Protein yagn terdapat pada permukaan luar dan dalam membran sel disebut protein ekstrinsik yang bersifat hidrofobik. Sedangkan protein yang ada dan menembus kedua lapis lipid disebut protein intrinsik yang bersifat hidrofobik. Membran sel bersifat semi permiabel. Berikut ini sifat sifat membran sel:
  • Pembatas antara isi sel dengan bagian luar sel
  • Sebagai pelindung sel
  • Sebagai tempat pertukaran zat
  • Sebagai reseptor dari rangsang luar
  • Sebagai tempat berlangsungnya reaksi-readsi kimia.
2. Sitoplasma
sitoplasma ada dalam dua bentuk yang dipengaruhi kandungan air yaitu fase Sol yang padat dan Fase Gel (cair).
3. Organel Sel
ada macam macam organel sel, antara lain Mitokondria, kloroplas, retikulum endoplasma, Golgi komplek, lisosom, vakuola, ribosom, peroksisom, mikrotubulus, mikrofilamen, nukleus, aparatus golgi, dan sentrosom
a. Mitokondria
Pada beberapa sel, mitokondria dapat bergerak bebas membawa ATP ke daerah-daerah yang memerlukan energi. mitokondria tersusun atas 2 sistem membran yaitu membran dalam dan membran luar. Membren dalam membentuk tonjolan-tonjolan ke arah dalam (membran krista) untuk memperluas bidang penyerapan oksigen. Matrik Mitokondria mengandung protein, lemak, enzim sitokrom, DNA & ribosom sehingga memungkinkan sintesis enzim-enzim respirasi secara otonom. untuk melintasi membran mitokondria memerlukan mekanisme transpor aktif.
Fungsi Mitokondria adalah sebagai tempat berlangsung respirasi untuk menghasilkan energi.
b. Peroksisom (badan mikro)
Peroksisom dibentuk dalam retikulum endoplasma granular. Peroksisom mengandung berbagai enzim yang terlibat dalam produksi peroksida hidrogen (H2O2).
Fungsi peroksisom yaitu penghasail enzim katalase yang menguraikan H2O2 menjadI H2O + O2
c. Mikrotubulus
Mikrotubulus berfungsi untuk membentuk silia, sentriol dan benang-benang spindel.
d. Mikrofilamen
Mikrofilamen adalah penanggung jawab seluruh gerakan di dalam sel
e. Nukleus
Nukleus adalah inti sel. Inti sel berhubungan dengan kandungan DNA. Volume nukleus betambah seiring dengan peningkatan aktivitas sintetis sel.
f. Retikulum Endoplasma
Retikulum endoplasma (RE) terdiri dari RE Kasar dan RE halus
Fungsi RE halus: mengangkut protein yang disusun pada RE kasar bersama Golgi Komplek, melaksanakn reaksi awal pada oksidasi lemak, menyimpan fospolipid, glikolipid dan steroid, melaksanakan detoksifikasi drug dan racun.
g. Aparatus Goolgi
Aparatus golgi terdiri atas kumpulan vesikel pipih yang berbentuk kantong berkelok-kelok (sisternae). Aparatus Golgiyang terdapat pada sel tumbuhan disebut diktiosom, kebanyakan terletak di dekat membran sel .Aparatus golgi dapat bergerak mendekati membran sel untuk mensekresikan isinya ke luar sel. oleh karena itu, organel ini disebut organes sekresi.
Di dalam aparatus golgi banyak enzim pencernaan yang belum aktif, seperti zimogen dan koenzim. selain itu dihasilkan pula lendir yang disebut musin. Aparatus golgi juga dapat membentuk lisosom.
h. Ribosom
Ribosom adalah organel pen-sintesis protein. Ribosom sering menempel satu sama lain membentuk rantai yang disebut poliribosom atau polisom. Antar unit ribosom diikat oleh mRNA.
Berdasarkan kecepatan sedimentasi, dibedakan menjadi ribolom subunit kecil (40s) dan ribosom subunit besar (60s).
i. Lisosom
Lisosomdihasilkan oleh aparatus golgi yang penuh dengan protein. Lisosom menghasilkan enzim-enzim hidrolitik seperti proteolitik, lipase, dan fosfatase. Enzim hidrolitik berfungsi untuk mencerna makanan yang masuk ke dalam sel secara fagositosis. Lisosom juga menghasilkan zat kekebalan sehingga banyak dijumpai pada sel-sel darah putih. Lisosom juga bersifat autolisis, autofagi, dan menghancurkan makanan secara edsositosis.
Ada dua macam lisosom, yaitu lisosom primer dan sekunder. Lisosom primer memproduksi enzim-enzim yang belum aktif. Fungsinya adalah sebagai vakuola makanan. Lisosom sekunder adalah lisosom yang terlibat dalam kegiatan mencerna. Ia berfungsi sebagai autofagosom.
j. Kloroplas
Kloroplas merupakan plastida yang mengandung pigmen hijau yang disebut klorofil. Kloroplas berasal dari proplastida. Proplastida berukuran lebih kecil dari kloroplas dengan sedikit atau tanpa membran internal. Kloroplas terbungkus oleh membran ganda. Membran ganda berperan mengatur keluar masuknya ion atau senyawa ke dandari dalam kloroplas. Pada membran internal kloroplas terdapat pigmen fotosintesis. Pigmen itu banyak terdapat pada permukaan luar membran internal disebut thilakoid.
Pigmen utama yang terdapat pada membran thilakoid adalah klorofil a (C55H72O5N4Mg) dan klorofil b ( C55H70O5N4Mg ), selain itu juga terdapat pigmen karotenoid. Pada membran pembungkus kloroplas umumnya terdapat violaxanthin.
Fungsi kloroplas adalah sebagai tempat berlangsung fotosintesis.
k. Sentrosom
Sentrosom hanyadapat dijumpai pada sel hewan. Sentrosom pada saat reproduksi sel akan membelah menjadi sentriol. Sentriol tersusun atas benang-benang tubulin atau dibentuk oleh mikrotubulus. Sentriol membentuk benang-benang spindel yang dapat menggerakkan kromosom pada saat pembelahan mitosis.
l. Dinding Sel
Dindingsel tersusun atas selusosa dan derivat-derivatnya. Dinding sel berfungsi sebagai proteksi sel terhadap faktor-faktor mekanis dan memberi bentuk sel relatif tetap. Dinding sel hanya terdapat pada sel tumbuhan saja. Pada dinding sel terdapat celah untuk berkomunikasi antarsel yang disebut plasmodemata.
m. Vakuola
Vakuola berisi garam-garam organik, glikosida, tanin(zat penyamak), minyak eteris, alkaloid, enzim, dan butir-butir pati. Pada beberapa spesies dikenal adanya vakuola kontraktil dan vakuola nonkontraktil.

Senin, 12 November 2012

SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

Proses pencernaan pada manusia dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Pencernaan mekanik, adalah proses pengubahan makanan dari bentuk kasar menjadi bentuk kecil atau halus. Proses ini dilakukan dengan menggunakan gigi di dalam mulut.
2. Pencernaan kimiawi, adalah proses perubahan makanan dari zat yang kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana dengan enzim, yang terjadi mulai dari mulut, lambung, dan usus. Enzim adalah zat kimia yang dihasilkan oleh tubuh yang berfungsi mempercepat reaksi-reaksi kimia dalam tubuh.
Proses pencernaan makanan pada manusia melibatkan alat-alat pencernaan makanan. Alat-alat pencernaan makanan pada manusia adalah organorgan tubuh yang berfungsi mencerna makanan yang kita makan. Alat pencernaan makanan dibedakan atas saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan


A. Mulut

Makanan masuk ke dalam tubuh pertama kali melewati rongga mulut. Oleh karena itu, proses pencernaan makanan secara mekanik dan kimiawi sudah dimulai pada bagian ini. Pada rongga mulut terdapat beberapa bagian yang berperan dalam proses pencernaan yakni gigi, lidah, dan kelenjar ludah.
 

1. Gigi
Terdapat empat macam gigi, yaitu gigi seri (insisor = I) , gigi taring (caninus =C), geraham depan (premolar = Pm), dan geraham belakang (molar = M). Makanan dipotong dengan gigi seri, dirobek gigi dengan taring dan dikunyah dengan gigi geraham. Pada orang dewasa, gigi yang lengkap terdiri atas 32 buah.
Gigi memiliki tiga bagian utama meliputi:
1. mahkota gigi yang terletak menonjol di atas tulang;
2. leher gigi;
3. akar gigi, tertanam di dalam tulang rahang.
Sebagian besar gigi tersusun atas tetapi mahkota gigi dilapisi email yang sangat keras. Rongga pada gigi (pulpa) berisi pembuluh darah dan pembuluh saraf. Bagian yang menutup dan mengelilingi leher gigi disebut gusi.  

2. Lidah
Lidah sebagian besar terdiri atas otot. Pada permukaan atas lidah banyak terdapat ribuan tonjolan kecil yang disebut dengan papilla, yang banyak terdapat rangkaian kompleks saraf yang membentuk alat indra pengecap dan peraba. Pada permukaan atas papilla terdapat selaput lendir. Lidah seseorang berbentuk bulat memanjang. Dalam keadaan tertentu, lidah dapat dijulurkan memanjang.
Lidah berfungsi untuk mengaduk makanan di dalam rongga mulut dan membantu mendorong makanan (proses penelanan) serta menghasilkan kelenjar ludah. Selain itu, lidah juga berfungsi sebagai alat pengecap yang dapat merasakan manis, asin, pahit, dan asam.  

3. Kelenjar Ludah
Kelenjar ludah menghasilkan ludah atau air liur ( saliva). Kelenjar ludah dalam mulut ada tiga pasang, yaitu:
1) Kelenjar parotis, terletak di bawah telinga. Kelenjar parotis menghasilkan ludah yang berbentuk cair.
2) Kelenjar submandibularis, terletak di rahang bawah.
3) Kelenjar sublingualis, terletak di bawah lidah. Kelenjar submandibularis dan kelenjar sublingualis menghasilkan getah yang mengandung air dan lendir.
Ludah berfungsi untuk memudahkan penelanan makanan, membasahi, dan melumasi makanan sehingga mudah ditelan. Selain itu, ludah juga melindungi selaput mulut terhadap panas, asam, dan basa.
Di dalam ludah terdapat enzim ptialin ( amilase) yang berfungsi mengubah makanan dalam mulut yang mengandung zat karbohidrat ( amilum) menjadi gula sederhana jenis maltosa. Enzim ptialin bekerja dengan baik pada pH antara 6.8 – 7 dan suhu 37 °C.

B. Kerongkongan


Setelah makanan kita kunyah dalam mulut, makanan akan masuk menuju kerongkongan. Sebelum ke kerongkongan, pada pangkal tenggorokan (laring) terdapat bagian yang memiliki katup dinamakan epiglotis. Epiglotis berfungsi mengatur masuknya makanan dan udara ke dalam tubuh.

Saat kita menelan makanan, laring bergerak ke atas sehingga tertutup oleh epiglotis dan tidak ada makanan yang masuk ke dalam batang tenggorokan (trakea). Namun, terkadang partikel kecil makanan atau air dapat masuk ke dalam laring atau trakea. Akibatnya, secara otomatis kita akan mengalami batuk atau tersedak.
Kerongkongan merupakan organ yang berperan sebagai tempat jalannya makanan menuju lambung. Panjangnya sekitar 25 cm dan berbentuk tabung dengan diameter 2 cm. Dinding kerongkongan tersusun atas epitelium berlapis pipih.
Selain itu, pada kerongkongan terdapat pula beberapa otot, yakni otot melingkar dan otot
longitudinal. Apabila otot tersebut berkontraksi, kerongkongan akan bergerak. Gerakan demikian
disebut gerak peris taltik. Gerak peristaltik pada kerongkongan ialah gerakan mendorong dan mere mas-remas makanan menuju lambung. Gerak an ini terdiri atas fase kontraksi dan relaksasi.

C. Lambung


Makanan dari kerongkongan terdorong ke dalam lambung, akibat gerakan peristaltik seperti yang sudah dijelaskan di atas. Lambung diibaratkan seperti lumbung yang bertugas untuk menyimpan makanan yang telah ditelan untuk sementara waktu.

Lambung berukuran sekepal tangan dan terletak di dalam rongga perut sebelah kiri, di bawah sekat rongga badan. Dinding lambung sifatnya lentur, dapat mengembang apabila berisi makanan dan mengempis apabila kosong. Muatan di dalam lambung dapat menampung hingga 1,5 liter makanan. Dinding lambung tersebut berwarna merah muda dan mengkilap.
Otot penyusun lambung terdiri atas otot memanjang yang terletak di bagian luar, otot melingkar yang terletak di bagian tengah, dan otot miring yang terletak di bagian dalam. Pada bagian atas terdapat otot lingkaran yang disebut sfinkter kardial yang tetap menutup kecuali bila ada makanan yang mendekatinya. Di dekat pilorus terdapat sfinkter yang disebut sfinkter pilori. Otot ini merupakan otot-otot polos, sehingga bekerja tanpa disadari. Otot-otot lambung bekerja dengan cara berkontraksi sehingga dapat menekan dan memeras makanan dalam lambung dan mencampurnya dengan getah pencernaan dalam lambung.
Lambung terdiri atas tiga bagian berikut.
a. Kardiaks, merupakan bagian atas sebagai pintu masuk makanan dari kerongkongan.
b. Fundus, adalah bagian tengah lambung, tempat makanan ditampung dan mengalami perlakuan kimiawi.
c. Pilorus, merupakan bagian bawah lambung sebagai pintu keluar makanan dan berhubungan langsung dengan usus dua belas jari. Pilorus ini bekerja atas pengaruh pH makanan. Apabila pH makanan asam, maka otot-otot pilorus mengendor sehingga menyebabkan pintu pilorus terbuka dan sebaliknya jika makanan basa, maka otot-otot pylorus akan berkontraksi yang menyebabkan pilorus menutup.
Waktu mencerna berbeda-beda untuk setiap makanan atau minuman. Makanan yang padat akan membutuhkan waktu yang lebih lama daripada zat cair (minuman) sehingga menurut ilmu kesehatan dianjurkan mengunyah makanan 32 kali agar makanan menjadi lebih lembut, sehingga akan meringankan beban lambung untuk melumatkan makanan tersebut.
Semakin lumat makanan yang masuk lambung, maka semakin cepat melintasi lambung. Jenis makanan lemak dan sayuran hijau akan lebih lama berada di dalam lambung sehingga orang akan merasa kenyang lebih lama. Makanan yang masuk pada lambung bertahan selama 2-5 jam. Makanan dalam lambung mengalami serangkaian proses kimiawi oleh getah lambung, sekitar 1 – 2 liter yang dihasilkan oleh 35 juta kelenjar, antara lain HCl, enzim pepsin, enzim renin, lipase, mukus (lendir), dan faktor intrinsik.
Enzim pepsin akan memecah molekul protein menjadi peptida, enzim renin akan mencerna protein susu menjadi kasein, sedangkan enzim lipase akan mengemulsikan lemak dalam makanan. Jadi, perlakuan kimiawi protein pertama kali dilakukan di dalam lambung. Selain mendapat perlakuan kimiawi, makanan oleh enzim-enzim tersebut juga ada HCl yang membantu dalam proses-proses pencernaan.
Fungsi HCl, antara lain:
a. membunuh kuman pada makanan yang dimakan;
b. mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin;.
c. mempercepat reaksi antara air, protein, dan pepsin;
d. mengendorkan pilorus, karena HCl bersifat asam dengan pH kurang lebih 1-3
Mukus (lendir) berfungsi sebagai lapisan pelindung yang dapat melindungi lambung dari asam lambung. Sedangkan faktor intrinsik berfungsi untuk menghasilkan vitamin B12 yang diperlukan untuk membentuk sel-sel darah dan membantu saraf berfungsi dengan baik. Dengan adanya faktor intrinsik ini pula, maka vitamin B12 di dalam lambung dilindungi dari asam lambung sehingga tidak rusak. Khim ini bersifat asam, dan menjadi netral ketika masuk ke dalam usus 12 jari, karena dinetralkan oleh getah basa yang dihasilkan kelenjar pankreas yang terdapat di dalam usus dua belas jari.
Setelah mendapatkan perlakuan tersebut, makanan kemudian bercampur dengan getah lambung membentuk khim seperti bubur yang lembut. Kemudian khim sedikit demi sedikit dikeluarkan menuju usus dua belas jari. Otot pylorus berelaksasi karena rangsangan asam dari makanan tiba di pilorus depan, menyebabkan pintu pilorus terbuka sehingga makanan keluar menuju usus dua belas jari. Apabila makanan asam menyentuh pilorus bagian belakang, maka pilorus akan menutup kembali. Demikianlah prosesnya. Setelah makanan sampai di usus dua belas jari, maka makanan yang sifatnya asam akan merangsang usus dua belas jari mensekresikan hormone sekretin yang dapat memacu pankreas mengeluarkan getah pankreas yang bersifat basa sehingga mengakibatkan pilorus menutup. Lambung yang dijelaskan di atas dapat juga bermasalah di antaranya adalah penyakit maag dan kanker lambung. Penyakit maag ini dapat timbul karena kelebihan HCl. Produksi HCl ini dapat dipicu oleh makanan dan minuman, misalnya makanan pedas, alkohol, kopi, dan nikotin. Selain itu, juga dapat dipicu oleh tekanan pikiran (stress). Asam lambung yang berlebihan ini dapat mengikis dinding lambung, gejala penyakit ini biasanya nyeri di bagian dada




















D. Hati 

Hati adalah alat yang besar, terletak di bawah sekat rongga badan dan mengisi sebagian besar bagian atas rongga perut sebelah kanan. Hati membuat empedu yang terkumpul dalam kantung empedu. Empedu tersebut menjadi kental karena airnya diserap kembali oleh dinding kantung empedu. Pada waktu tertentu, empedu dipompakan ke dalam usus dua belas jari melalui pipa empedu.

Dalam metabolisme karbohidrat, hati berfungsi untuk:
– Menyimpan glikogen.
– Mengubah galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa.
– Glukoneogenesis (pengubahan molekul-molekul lemak, protein, dan laktat menjadi glukosa).
– Membentuk senyawa kimia penting dari hasil perantara metabolism karbohidrat.
Hati berfungsi sangat penting terutama untuk mempertahankan konsentrasi gula dalam darah. Pada metabolisme protein, hati berfungsi untuk:
– Pembentukan sebagian besar lipoprotein.
– Pembentuk sejumlah besar kolesterol dan fosfolipid.
– Mengubah sejumlah besar karbohidrat dan protein menjadi lemak. Pada metabolisme protein, hati berfungsi untuk:
– Deaminasi asam amino, yaitu pengurangan gugus amin (-NH2) pada asam amino.
– Pembentukan urea, untuk mengeluarkan amonia dari cairan tubuh.
– Pembentukan plasma protein.
– Interkonversi di antara asam amino yang berbeda untuk proses metabolisme tubuh.
Hati mempunyai kecenderungan untuk menyimpan vitamin. Vitamin yang disimpan di hati adalah A, D, dan Vitamin B12.

E. Kelenjar Pankreas


Prakreas berada dalam lipatan duodenum, berbentuk huruf U yang rebah. Pada pankreas terdapat dua macam kelenjar, yaitu kelenjar endokrin menghasilkan hormon insulin, sedangkan kelenjar eksokrin menghasilkan getah pankreas (duktus pankreatikus) 1,5 liter per hari melalui dua saluran, yaitu duktus pankreatikus utama dan tambahan. Kedua saluran ini bermuara ke duodenum.

Getah pankreas memiliki pH 8, berfungsi menetralkan chymus yang bersifat asam dari lambung, serta mengandung NaHCO3 (bersifat basa) dan enzim-enzim. Enzim tersebut adalah lipase pankreas, amilopsin, nuklease, disakarase, enterokinase, dan tripsin. Tiap-tiap enzim bekerja sebagai berikut:




F. Usus Halus

 
Usus halus terbagi atas 3 bagian, yaitu:
a. Duodenum (usus 12 jari) karena panjangnya sekitar 12 jari orang dewasa yang disejajarkan.
b. Jejenum (usus kosong) karena pada orang yang telah meninggal bagian usus tersebut kosong.
c. Ileum (usus penyerapan) karena pada bagian inilah zat-zat makanan diserap oleh tubuh.
Pencernaan di dalam intestinum juga dibantu oleh pankreas. Organ ini dapat berperan sebagai kelenjar endokrin dengan menghasilkan hormone insulin dan sebagai kelenjar eksokrin dengan menghasilkan getah pencernaan berupa tripsin, amilase, dan lipase.
a. Insulin berfungsi untuk mempertahankan kestabilan kadar gula darah.
b. Tripsin berfungsi memecah protein menjadi pepton.
c. Amilase berfungsi mengubah amilum menjadi maltosa.
d. Lipase berfungsi mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol.

D. Usus Besar

 
Usus besar pada umumnya terdiri atas usus besar ascending (menaik), transvers (melintang), descending (menurun), dan berakhir pada rektum, yaitu bagian berotot yang mengeluarkan kotoran melalui anus.
Usus besar tidak memiliki villi sehingga tidak terjadi penyerapan sarisari makanan, tetapi terjadi penyerapan air sehingga feses menjadi lebih padat. Pada kolon juga terjadi proses pembusukan sisa pencernaan (yang tidak dapat diserap usus halus) oleh bakteri Escherichia coli yang menghasilkan gas H2S, NH4, indole, skatole, dan vitamin K (berperan dalam proses pembekuan darah).

F. Anus


Feses yang terkumpul dalam rektum dikeluarkan melalui saluran pengeluaran yang dinamakan anus. Proses pengeluaran feses lewat anus ini disebut proses defi kasi. Pada anus terdapat otot sfi ngter anus yang berupa otot polos dan otot lurik. Masing-masing otot ini berturut-turut berada di dalam dan bagian luar lubang anus. Saat feses menyentuh dinding rektum, otot lurik terangsang melakukan proses defi kasi. Akibatnya, secara sadar kita akan melakukan mengejan (berkontraksi). Tindakan kita ini akan menjadikan otot polos mengendur, sehingga feses keluar dari tubuh.