Senin, 03 Desember 2012

Daisy, Sapi Hasil Rekayasa Genetik Pertama di Dunia yang Menghasilkan Susu Anti-alergi Berprotein Tinggi

Para ilmuwan Institut AgResearch di New Zeland telah berhasil mengambangkan sapi pertama di dunia yang memproduksi susu anti-alergi sekaligus berprotein tinggi.
Hasil kerja para ilmuwan dari kampus Ruakura AgResearch ini dipublikasikan dalam jurnal sains Amerika bergengsi, Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS).
Tim AgResearch, di bawah pimpinan Dr. Goetz Laible, bertujuan untuk menemukan apakah mereka bisa memproduksi susu yang kurang mengandung protein susu tertentu, suatu kandungan yang diketahui bisa menyebabkan alergi.
“Kami telah berhasil mengurangi secara besar-besaran sejumlah beta-lactoglobulin (BLG), suatu protein susu yang tidak terkandung dalam susu manusia dan yang dapat menyebabkan reaksi alergi,” kata Dr. Stefan Wagner, yang memimpin penulisan makalah, “Dua hingga tiga persen bayi mengalami alergi terhadap susu sapi, dan alergi BLG menjadi bagian besar dari persentase tersebut.”
Pertama-tama, para ilmuwan menguji prosesnya pada model tikus yang direkayasa untuk menghasilkan formula protein BLG domba dalam susunya. Dengan memanfaatkan teknik yang disebut interferensi RNA, dua RNA mikro (molekul asam ribonukleat pendek) dipaparkan pada tikus untuk melumpuhkan ekspresi protein BLG domba. Hal ini menghasilkan pengurangan protein BLG domba pada susu tikus sebanyak 96 persen.
Selanjutnya mereka membiakkan Daisy, seekor anak sapi betina tanpa ekor yang secara genetik direkayasa untuk mengekspresikan dua RNA mikro yang sama, kali ini dengan manargetkan protein BLG yang biasanya terkandung dalam susu sapi. Lalu secara hormonal mereka menginduksi Daisy ke dalam kondisi laktasi (masa pelepasan susu dari kelenjar susu). Hasilnya, susu yang diperoleh dari Daisy tidak terdeteksi mengandung protein BLG, dan, secara tak terduga, susu ini pun mengandung tingkat protein kasein yang tinggi, lebih tinggi dua kali lipat dari yang terkandung dalam susu sapi biasa.
“Orang telah lama mencari cara untuk mengurangi protein yang sukar dipahami ini, atau melumpuhkannya sama sekali, karena tak ada fungsi pasti yang bisa dikaitkan dengan protein ini. Jadi, kami kembangkan model ilmiah ini untuk menyelidiki efek akibat dilumpuhkannya protein BLG pada komposisi dan fungsional susu yang semestinya, serta menentukan apakah dengan hilangnya BLG bisa menghasilkan susu sapi yang anti-alergi,” kata Dr. Wagner.
“Ini merupakan komponen penemuan yang nyata bagi proyek ini, dan Daisy menyediakan kesempatan bagi kita untuk menjawab banyaknya pertanyaan tersebut.
“Untuk menghindari tertundanya selama dua tahun sebelum laktasi alami, susu yang kami analisa berasal dari laktasi hasil induksi. Kami hanya memperoleh kuantitas yang sedikit selama beberapa hari untuk studi awal ini. Sekarang kami ingin mengembangkannya dari Daisy dan menentukan komposisi susu serta menuainya dari laktasi alami. Kami juga ingin menyelidiki sebab kenapa Daisy tidak berekor, suatu penyakit sejak lahir pada sapi.”
Direktur Institut Malaghan, Prof. Graham le Gros, berkomentar, “Terobosan yang luar biasa ini memiliki implikasi besar mengingat potensinya dalam mengurangi dampak signifikan dari alergi yang menimpa anak-anak kita dan secara rapi menghindari keprihatinan yang berhubungan dengan modifikasi genetik protein susu itu sendiri.”
Di masa yang akan datang, proses dasar penggunaan rancangan RNA mikro untuk menargetkan gen-gen lainnya dapat memberi alat yang efisien dalam mengubah karakteristik-karakteristik tambahan pada hewan ternak, misalnya untuk menghasilkan hewan yang tahan terhadap penyakit dan/atau yang mengembangkan kemampuan laktasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar